Mantan Sekda Kota Makassar Ibrahim Saleh Bicara Blak-blakan: Saat Jadi Wali Kota, Banyak Program DP Yang Gagal

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Makassar tahun 2013-2017, H. Ibrahim Saleh, SE. MM, MBA


MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Makassar, suhu politik di kota Anging Mamiri ini makin panas.

Terlebih lagi dengan majunya kembali mantan Wali Kota M Ramdhan Pomanto  (Danny Pomanto atau DP) dalam kontestasi Pilkada ini,  membuat perhelatan pesta demokrasi di Kota Makassar makin menarik.

Ini karena DP dinilai sebagai sosok yang kontroversial. Sampai-sampai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Makassar tahun 2013-2017, H. Ibrahim Saleh, SE. MM, MBA ikut angkat bicara.

Mantan Sekda di masa kepemimpinan DP sebagai walikota ini menilai, sejatinya karir politik DP tidak bisa dilepaskan dari sosok mantan Wali Kota sebelumnya, yaitu Ilham Arief Sirajuddin (IAS) yang merupakan walikota Makassar dua peride (2004-2009 dan 2009-2014).

"Keterpilihan DP sebagai  sebagai walikota Makassar periode 2014-2019 tidak lepas dari peran Ilham," ungkapnya kepada wartawan, kemarin.

Ibrahim mengungkapkan bahwa, karir politik  DP sesungguhnya banyak dibantu dan bahkan diangkat oleh IAS.  

“Walapun belakangan DP mengaku merasa tidak dibantu Ilham, itu hak dia untuk membantahnya. Namun  yang kami tahu sebagai staf walikota jaman itu jelas bahwa Pak Iham sudah memerintahkan bahkan menyampaikan kepada seluruh sahabat-sahabatnya dan  stafnya bahwa DP lah penggantinya yang bisa meneruskan program dan misi-misinya, sehingga kami harus mengikuti pimpinan," ungkap Ibrahim.

Pada akhir periode kedua Ilham sebagai wali kota Makassar, kala itu dia menilai DP merupakan orang yang cocok untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinnya di Kota Makassar. 

“Dia (Ilham) melihat DP memiliki potensi memadai untuk menggantikannya.  Dia melihat DP yang kala itu sebagai konsultan perencanaan pembangunan Kota Makassar memilki banyak ide yang selaras dengan Pak Ilham,” terang Ibrahim. 

Menurut Ibrahim, karena wali kota Ilham yang mengantar DP, apa lagi yang didorong merupakan konsultan perencana pembangunan kota Makassar selama Ilhan menjabat sebagai wali kota, sehingga dirinya sebagai anak buah juga takut dengan DP.

"Beliau (DP) itu penasehatnya Pak Ilham di bidang pembangunan. Mereka itu dekat dan bersahabat," kenangnya.

Saat DP menjadi Wali Kota, Ibrahim menilai DP itu cukup idealis dan memiliki banyak ide yang dikembangkan untuk Kota Makassar. Namun sayang ide yang dituangkan tidak sesuai dengan kultur masyarakat Kota Makassar. 

“Merubah sikap, merubah perilaku mereka butuh waktu yang panjang. Banyak program yang bagus tapi manfaatnya tidak berjalan karena tak sesuai kultur Makassar,” kata Ibrahim. 

Contohnya pembangunan pendestrian sepanjang  pantai Losari sampai Nusantara. DP membangun itu dengan tujuan orang yang masuk ke wilayah ini berjalan kaki saja.  Sayangnya, tujuan dari pembangunan pedestrian yang menelan biaya luar biasa besar tersebut, tidak tercapai. 

“Tujuannya agar membiasakan penduduk berjalan kaki supaya menghindari kemacetan. Tapi DP lupa, kulturnya tidak mendukung. Akhirnya pendestrian menjadi tempat parkir mobil dan tempat tambal ban," ujarnya 

Selain itu, kalau di kota Jakarta untuk membangun pendestrian dibikin dulu yang rindang sehingga kalau berjalan kaki orang akan nyaman. Sedangkan pendestrian di Pantai Losari tidak ada naungannya sehingga kita lihat di Nusantara Baru dan Nusantara lama dijadikan tempat parkir. 

“Dari aspek idealisnya sementara belum ada manfaat. Sehingga begitulah pembangunan di kota Makassar, apa yang menjadi fundamental belum terlihat. Pantai Losari sudah ada pada jaman Pak Ilham, lapangan Karebosi sudah bagus pada jaman pak Ilham. Masjid Terapung, Masjid Kubah 99 dan TPI idenya Pak Gubernur. Itu provinsi punya proyek," kata Ibrahim.

Pada jaman DP program yang dijalankan adalah penataan TPA (tempat penampungan akhir) sampah dengan Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD). Kalau jaman walikota Ilham kadang kalau ada persoalan kecil yang tidak mendapat respon, para petugas sampah itu demo. 

“Di jaman DP membuat terobosan dengan menganulir lembaga dinas kebersihan,” ungkapnya.

Di era DP tidak ada lagi dinas kebersihan,dilebur dengan dinas lain. Petugas dinas kesehatan dipindahkan ke kecamatan. Kemudian di TPA dibuatkan semacam UPTD 

"Program sampahnya itu berhasil selama 2 tahun. Namun belakangan mulai kendor karena ada hal lain, karena masyarakat dibebani biaya sampah," katanya.

Pada jaman DP juga ada istilah makan dulu atau Kanre Rong di Karebosi. Para pedagang kaki lima ditempatkan di tengah-tengah kota (di Jalan Kartini di samping Lapangan Karebosi). 

Di tempat dimana orang biasa melakukan senam itu dijadikan sebagai tempat penampungan PK Lima. Dari aspek fisik, output bagus tapi manfaat kurang optimal. 

"Beliau ini sebetulnya idealis, apa yang dipikirkan jauh ke depan. Sayang output jalan tapi manfaat tidak. Contoh lainnya ingin menjadikan Makassar sebagai kota dunia. Indikatornya bagaimana?" tanya Ibrahim.

Program ini kemudian menjadi masalah tersendiri. Tidak berjalan baik karena kambali kurang sesuai dengan kultur masyarakat Makassar. Dari aspek fisik, output bagus tapi manfaat kurang optimal. 

"Kalau di Jakarta orang pakai mobil makan di pinggir jalan its ok. Tapi kalau di Sulsel kultur masyarakat kita makan di pinggir jalan masih gengsi. Jadi kelasnya beda. Jadi kalau kita lihat orang yang makan bagaimana? Kalau pakai mobil paling tidak Xenia, Avanza. Kalau di Jakarta beda, orang pakai Mercy, Alphard makan di pinggir jalan sudah biasa," katanya.

Satu lagi program yang kurang kelihatan dampaknya adalah ajang tahunan Festival F8. Saat acara memang ramai sekali, setelah acara selesai aspek manfaatnya tidak ada. 

“Kalau kita mau, harusnya wisata kuliner Makassar itu luar biasa,” ungkap H. Ibrahim. 

Ibrahim menilai, DP orangnya sangat tegas, konsisten berdasarkan apa yang ada di blue print.

“Sayangnya beliau itu kalau tidak senang sama orang main ganti saja. Persoalan melanggar atau tidak melanggar urusan belakangan, yang penting kalau tidak senang langsung diganti,” ujarnya. 

Dieranya, papar H Ibrahim, banyak Guru-guru yang tiba-tiba diganti, pejabat eselon dua non job. Ada beberapa eselon 2 yang melawan di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) dan menang. 

“Tapi menang di PTUN juga tidak ada gunanya karena yang menandatangani itu walikota. Kalau DP tidak mau tandatangan untuk pengembalian jabatannya, mereka  mau bilang apa?" ungkapnya. 

Yang paling fatal adalah ketika dia melantik  400 lebih pejabat eselon 4 dan 3 yang kemudian dianulir oleh pemerintah pusat. Waktu itu tanggal 8 Mei 2019 jam 00.00 Wib sudah berakhir periode walikota dan wakil kota. Beliau melakukan pelantikan pada tanggal 8 Mei sore di lapangan Karobesi. 

"Padahal ada SK (Surat Keputusan) tentang pengangkatan Pejabat Walikota dari Gubernur Sulsel. Menurut aturan tanggal 8 Mei batas maksimal kewenangan itu jam 00. Artinya, tanggal 7 Mei 2019 itu dia selesai menjabat. Tapi persepsi beliau tanggal 8 Mei dia masih menjabat walikota," ujar H. Ibrahim.

Adapun  salah satu program DP yang tidak berjalan adalah pengadaan mobil angkot (pete pete) yang dilengkapi Wifi. Program ini bahkan sempat di-launching. 

Sedangkan program  non fisik seperti Program Dokter Kita, tidak maksimal jalannya. Hanya berjalan di awal-awal saja . Program ini merupakan program ambulance lengkap dengan dokter dan perawat  menjemput orang sakit di rumah mereka. Dengan menghubungi 911 masyarakat Kota Makassar bisa mendapatkan layanan tersebut.

“Program itu tidak optimal. Dokter dan perawat agak berat melaksanakannya. Masalahnya kembali ke soal kultur,” ungkap H. Ibrahim.  

Begitu pula Proyek Tanam Cabe. Program gagal juga karena faktor kultur. “Karena memang sulit kita punya pertanian di Makassar. Lahannya cuma 0.02 persen. Itupun lahan tadah hujan. Menamam cabe merubah kulturnya menjadi masalah,” kata Ibrahim.

Salah satu program tidak berjalan lainnya adalah penataan lorong. Program DP sebagai anak lorong tidak berkesinambungan. 

“Jadi semua output tidak mampu membentuk kultur masyarakat lorong lebih maju. Ada lomba baru berjalan,” ungkap Ibrahim.

Dia lalu membandingkan kinerja Ramdhan Pomanto sebagai walikota Makassar Periode 2014-2019 dan Ilham Arief Sirajudidin (IAS) sebagai walikota Makassar dua peride (2004-2009 dan 2009-2014). 

Sebagai pejabat yang pernah berdinas di era kedua mantan walikota Makassar tersebut, Ibrahim sangat mengetahui tentang kinerja mereka. Menurutnya, kedua mantan Walikota Makassar tersebut memiliki karakter dan gaya kepemimpinan yang berbeda. Hasil yang dicapai juga berbeda.

Lebih lanjut, pria yang pernah menjabat sebagai kepala Bappeda, Dinsos dan asisten Kota Makassar mengungkapkan, bahwa selama dua periode Ilham Arief Sirajuddin, peningkatan Kota Makassar begitu luar biasa.

"Pertumbuhan ekonomi sampai 12 persen," ujar Ibrahim. 

Karena, katanya, pertumbuhan 12 persen itu melampaui pertumbuhan ekonomi China waktu itu. Bahkan, Walikota Makassar yang dikenal dengan Bapak Pembangunan Kota Makassar dimana-mana membangun masjid, kemudian lapangan Karebosi 0 persen APBD. 

"Kira-kira biayanya lebih dari 1 triliun rupiah. Cuma kontrak antara pemerintah dengan pengusaha," kata Ibrahim.

Sekarang, lanjutnya, sudah 1/2 perjalanan tentu 15 tahun kedepan sudah menjadi aset pemerintah kota. Termasuk ruko dan bangunannya. Termasuk lapangan Karebosi yang dijadikan pusat olahraga. Maka beliau membangun bank investasi untuk 30 tahun. 

"Tadinya kalau hujan banjir dan kumuh sekarang alhamdulillah nyaman. Begitu juga dengan reklamasi pantai Losari kurang lebih 30 persen APBD. Ini karena hubungan antara pemerintah daerah dan pusat berjalan, pada jamannya Pak Ilham," ungkapnya.

Menurutnya, Ilham sebagai walikota kala orang yang visioner dan jelas arah pembangunannya. Sehingga sangat terasa income per kapita naik, ekonomi berjalan kencang, daya beli masyarakat tumbuh. 

“Periode kedua Pak Ilham bisa mencapai 60 persen. Itu karena reputasinya bagus. Beliau welcome terhadap investor," terang Ibrahim. 

Pada zaman Ilham, pendidikan sudah mulai 9 tahun gratis. Dari aspek kesehatan sudah ada peningkatan pelayanan. Ada 45 puskesmas dibangun di setiap kecamatan. Pembangunan di bidang sosial juga cukup lumayan.

Pendekatan-pendekatan terhadap masyarakat cukup baik. Dalam pembangunan beliau fokus ekonomi. Tapi dengan berjalan seperti itu infrastruktur juga ikut. 

Banyak sekali yang beliau lakukan termasuk kebijakan car free day tang manfaatnya luar biasa. Lapangan Karebosi itu dipusatkan sebagai pusat olahraga. Kalau Sabtu dan Minggu itu mirip Monas Jakarta ramai orang berolahraga. Namun saat pandemi ini tidak kelihatan.

"Sebagai ketua Partai Demokrat Sulsel komunikasi politik pak Ilham jufa luar biasa terbuka. Hampir tidak ada persoalan dengan DPRD. Pendekatannya bagus, agresif," tuturnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama