Foto: Pengacara Senior, Saor Siagian, SH., MH saat ikuti gerakan seniman jalanan Negro Amerika, di New York, AS (28/06/2022)
JAKARTA,
wartamerdeka.info
Terkait
adanya beberapa saksi dari 14 saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang
memberi kesaksian bohong dalam persidangan kasus Ketua Umum Dewan Pengurus
Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum DPN PPWI), Wilson Lalengke,
S.Pd., M.Sc. MA, Advokat Senior, Saor Siagian, SH., MH mengatakan, Tim
Penasehat Hukum (PH) bisa saja meminta Majelis Hakim untuk segera menyeret ke
Pengadilan agar dipidana.
Hal
itu diungkapkan Pengacara kondang Saor Siagian, SH., MH ketika media menanyakan
soal bagaimana jika ada saksi-saksi yang memberi keterangan palsu dalam
persidangan.
“Jika
ada saksi yang memberi kesaksian yang tidak sesuai BAP alias memberi kesaksian
bohong alias palsu, maka Tim Penasehat Hukum (PH) bisa saja meminta Majelis
Hakim untuk segera menyeret saksi tersebut ke Pengadilan,” ungkapnya melalui
pesan WA, dari Amerika Serikat, Jum’at (10/06/2022) kepada awak media di
Jakarta.
Menurut
Saor Siagian, saksi yang telah disumpah tidak bisa berkata bohong dalam
kesaksiannya, karena sudah ada BAP, kecuali justru BAP yang tidak sesuai fakta.
“Saksi
yang telah disumpah, tidak bisa memberi kesaksian bohong, karena harus sesuai
BAP. Tentu, perlu dicermati juga, apakah keterangan yang diberikan saksi yang
justru sesungguhnya dan sesuai logika hukum, atau penyidik yang membuat BAP
yang melakukan kebohongan ,” tandasnya.
Dikatakan
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Kristen Indonesia (IKA UKI) ini, keduanya
bisa diproses secara hukum.
“Yang
jelas, jika saksi maupun penyidik melakukan kebohongan, maka salah satu dari
yang melakukan kebohongan tersebut, bisa dipidana,” pungkasnya.
Foto: Ujang Kosasih, SH, Koordinator Tim Penasehat Hukum Wilson Lalengke (Ketum PPWI)
Sebelumnya
diberitakan, Ketua Tim PH Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, S.H
mengatakan, berdasarkan keterangan para saksi di persidangan-persidangan sebelumnya,
terlihat jelas sejumlah perbedaan mendasar antara keterangan faktual di dalam
persidangan dengan keterangan para saksi dari JPU di BAP masing-masing.
"Begitu
banyak perbedaan antara keterangan di persidangan dengan yang ada di Berita
Acara Pemeriksaan. Banyak kejanggalan dan informasi yang tidak singkron satu
dengan lainnya, bahkan terdapat kebohongan yang masif terjadi di kasus yang
melibatkan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke dan kawan-kawan ini,"
ungkapnya usai persidangan ke-8 di PN Sukadana, Lampung Timur, Selasa (07/06/2022).
Sebab
itu, pihak Ujang Kosasih, SH meminta Majelis Hakim yang menyidangkan kasus
tersebut agar memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi verbalisan, yakni para
penyidik dari Polres Lampung Timur untuk diperiksa dan dikonfrontir di
persidangan berikutnya (sidang ke-9 - red), pada hari Senin, 13 Juni 2022.
"Kami
dari Tim PH sejak sidang pertama, secara terus-menerus setiap akhir sidang,
meminta agar Majelis Hakim menghadirkan saksi verbalisan. Melalui pemeriksaan
saksi verbalisan, yakni para polisi yang memeriksa atau menyidik para saksi,
nanti kita dapat mengetahui siapa yang berbohong, apakah saksi ataukah polisi
yang sengaja merekayasa isi BAP tersebut," jelasnya didampingi rekan satu
Tim PH, Advokat Heryanrico Silitonga, S.H., T.L.A., C.L.A.
Dari
pantauan media di ruang sidang pada persidangan ke-8, Selasa, 7 Juni 2022,
ketua Majelis Hakim, Diah Astuti, S.H., M.H., sudah memerintahkan JPU agar
menghadirkan saksi verbalisan di persidangan berikutnya.
"Sebelum
menutup sidang tadi, Ketua Majelis Hakim memerintahkan JPU agar menghadirkan
saksi verbalisan, yakni para penyidik dari Polres Lampung Timur di persidangan
berikutnya," beber Ujang Kosasih.
Ditanya
terkait apabila terbukti bahwa ada saksi yang memberikan keterangan palsu
apakah langsung ditahan, Ujang Kosasih dengan santai menjawab bahwa hal itu
sudah diatur dalam Pasal 242 KUHP.
"Terkait
apakah langsung ditahan, dan bagaimana teknisnya, itu adalah kewenangan Majelis
Hakim. Bisa saksi, bisa penyidik yang bohong atau merekayasa keterangan di BAP.
Salah satu diantaranya hampir pasti diduga berbohong, dan bisa langsung
ditahan," tegasnya.
Diketahui,
kasus Wilson Lalengke dan kawan-kawannya (Edy S dan Sunarso-Red) sebenarnya hanya kasus tipiring, karena
merobohkan papan bunga yang dipajang di halaman luar Polres Lampung Timur, tapi
tidak mengalami kerusakan. Papan bunga itu bertuliskan Ucapan Selamat &
Sukses kepada Tekab 308 Polres Lampung Timur, yang menangkap wartawan yang
dituduh pemeras, M. Indra, yang tak lain adalah anggota Wilson Lalengke,
pengurus PPWI Lampung Timur.
Namun, kasus ini digiring Polres Lampung Timur menjadi kasus yang sangat besar, dengan 3 (tiga) pasal berlapis yaitu pasal 170, 406 dan 335 KUHP. Kasus yang terkesan dipaksakan ini akhirnya menimbulkan kecurigaan banyak pihak, karena diduga kuat, ada oligarki hingga Dewan Pers melakukan tekanan, hingga banyak kejanggalan. DANS/Tim Media