Umar bin Khattab, Jamula dan Open House

 

                    

Oleh : W. Masykar

Suatu hari Umar bin Khattab Radhiallahu 'anhu kelihatan sedih dan gelisah. Sang Amirul Mukminin merasa sangat terpukul dan bahkan sampai menangis ketika melihat infrastruktur jalan yang rusak. Kesedihan yang begitu mendalam, (meminjam istilah Cak Nun) Umar sampai membentur mbenturkan kepalanya karena merasa terpukul begitu mendalam mendengar ada unta terjungkal, terperosok kakinya karena jalan rusak dan berlobang hingga jatuh masuk ke jurang. 

Padahal, Umar dikenal sebagian pemimpin yang tegas dan tegar.
Kabar dari salah seorang ajudannya, perihal jalan rusak dan berlobang di Iraq menyebabkan seekor Keledai tergelincir kakinya dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang.

Ajudan pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?”, ucap Ajudan.

Dengan raut muka sedih dan menahan marah, Umar menjawab dengan nada serius, “Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu?,” jawab Umar bin Khattab.

“Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, maka aku sangat cemas, pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’.

"Mengapa kau biarkan banyak akses jalan rusak dan berlobang?".

"Apakah kau tidak kuatir banyak warga masyarakatmu terperosok dan terjadi kecelakaan karena itu?".

"Bukankah sudah ada program prioritas yang bernama Jamula?". Seperti Jamula di Lamongan, salah satu program prioritas pasangan bupati Yes bro. Jamula yang sudah berjalan setidaknya tiga tahun, harusnya warga Lamongan terbebas dari adanya jalan rusak dan berlobang. Bahkan sudah tidak ada lagi jalan yang disaat hujan, ditanami pohon pisang oleh warga.

Kesedihan Umar karena takut kelak di tanya oleh Allah. Beban dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang begitu besar hingga kesedihan dan kecemasan itu begitu terlihat di wajah dan terdengar di suara Umar bin Khattab. 

Melihat fakta seperti itu, Umar sang pemimpin ini, bukan sekadar memohon ampun kepada Allah, tapi sekaligus juga meminta maaf pada warga masyarakatnya, kepada rakyatnya.

Lha, sekarang mana ada pemimpin yang merasa punya salah pada warga masyarakatnya? Dari Camat, Bupati Gubernur sampai Presiden, mereka tidak merasa punya salah pada warga yang dipimpinnya. Mereka merasa warga/rakyatlah yang bersalah. 

Lho, apa buktinya, kalau warga/rakyat yang dianggap salah? Kata Cak Nun, lha itu coba hampir semua pemimpin formal kalau momen Hari Raya pada buka kegiatan Open House. 

Menyuruh warganya, rakyatnya untuk datang ke kediamannya, ke rumah dinasnya, ke istananya - untuk meminta maaf pada pemimpinnya.

"Lho, salah apa rakyatmu?!, Salah apa wargamu?! Sampai kau menyuruh wargamu, rakyatmu berkunjung kerumahmu karena ada Open House?."

Kau iming iming dengan dengan menyediakan makanan gratis! (**)

1 Komentar

  1. Apakah butuh korban terlebih dahulu supaya jalan di perbaiki? bukankah sudah banyak korban dari kerusakan jalan tersebut? Apakah bisa disebut pemimpin jika kepentingan rakyatnya tidak diprioritaskan?

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama