Kejari Kota Bekasi Tunjukkan Taringmu

Oleh: Aris Kuncoro (Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengawasan Pembangunan Bekasi-LP3B)

Kinerja kejaksaan dalam pemberantasan korupsi sampai saat ini memang terus dalam sorotan masyarakat. Terlebih lagi, ketika beberapa saat lalu, terkuak adanya kebobrokan tubuh lembaga penegak hukum itu, yakni dalam ‘’kasus jaksa Urip’’.


Skandal yang benar-benar telah mencoreng lembaga kejaksanaan secara keseluruhan itu, seolah-olah seperti membenarkan sinyalemen masyarakat selama ini mengenai keterlibatan kejaksaan sebagai ”pemain” dalam mafia peradilan.

Padahal, semestinya, kejaksaan menjadi pelopor pemberantasan KKN dan mafia peradilan. Korupsi di Indonesia yang sepertinya sudah membudaya seharusnya memacu kejaksaan meningkatkan pemberantasan korupsi.

Dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi ini, wewenang aparat kejaksaan sebenarnya cukup luas. Sebab, aparat kejaksaan tidak sekedar melaksanakan penuntutan, tapi juga bisa melakukan penyelidikan, bahkan juga penyidikan dan sekaligus penangkapan dan penahanan. Tapi, sayangnya, kewenangan yang cukup luas dalam upaya pemberatasan korupsi itu, tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Terbukti, tidak banyak kasus korupsi yang berhasil ditangani pihak kejaksaan. Setidaknya, inilah yang terjadi di Kota Bekasi.

Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, terutama pada masa kepemimpinan S. Djoko Susilo, SH tidak banyak yang bisa dibanggakan dalam masalah pemberatasan korupsi.

Sejumlah dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan masyarakat, banyak yang tidak direspon secara positip oleh Kejari Kota Bekasi. Misalnya, soal pengadaan sarana perlengkapan Dinas PU yang nilailnya mencapai miliaran rupiah, pada tahun anggaran 2007.

Selama Djoko Susilo menjabat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) kota Bekasi, penanganan sejumlah kasus korupsi memang tak ada yang menonjol.

Berbeda jauh dengan penanganan kasus korupsi di wilayah ‘’saudara tua’’ Kota Bekasi, yakni Kabupaten Bekasi. Kejaksaan Negeri Ciakrang Bekasi, terlihat lebih gigih dalam mengusut kasus tindak pidana korupsi.

Setidaknya sudah lebih dari 11 kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi yang telah disidik Kejaksaan Negeri Cikarang Bekasi. Hasilnya, bahkan sudah ada pejabat yang divonis majelis hakim karena terbukti korupsi.

Dipastikan jumlah kasus korupsi yang merugikan keuangan negara di Kabupaten Bekasi akan terkuak lebih banyak lagi.

Apalagi, dari 11 kasus korupsi itu hingga kini sudah 10 pejabat yang dijebloskan ke penjara.

Gencarnya upaya pengusutan yang dilakukan jajaran Kejaksaan Negeri Cikarang Bekasi membuat sebagian besar pejabat di Pemerintah Kabupaten Bekasi mulai berpikir panjang untuk melakukan korupsi. Dari sisi ini saja, Kejari Cikarang Bekasi, cukup berhasil membuat aparat birokrat di lingkungan Pemkab jera atau bahkan tak berani melakukan korupsi.

Kejari Cikarang, Bekasi ini tak segan-segan mengusut berbagai penyimpangan pelaksanaan proyek pembangunan yang dibiayai dari APBD.

Mestinya Kejari Kota Bekasi, bisa meniru tindakan tegas dan lugas Kejari Cikarang-Bekasi itu. Apalagi, di Kota Bekasi, banyak proyek-proyek pembangunan yang terindikasi merugikan keuangan Negara. Ini bisa dilihat dari ‘’amburadul’’-nya sejumlah proyek pembangunan di kota ini. Misalnya, banyaknya proyek jalan cor beton yang sudah retak kendati baru dibangun beberapa bulan saja.

Kalau memang punya tekad untuk memberantas korupsi, di Dinas Pekerjaan Umum ini saja, Kejari Kota Bekasi akan bisa menemukan banyak berbagai proyek yang berpotensi merugikan keuangan Negara. Tidak usah yang tahun-tahun lampau. Yang tahun-tahun belakangan saja, mulai dari pelaksanaan APBD 2006, 2007 dan 2008, kalau sungguh-sungguh ingin meningkatkan kinerja dalam pemberantasan korupsi, Kejari Kota Bekasi pasti bisa menemukan kasus korupsi.

Apalagi, sampai sekarang praktek pemberian ‘’fee’’ di muka atau sering disebut sebagai ‘’ngijon’’ oleh pengusaha (kontraktor) kepada sejumlah pejabat yang berwenang dalam masalah proyek pembangunan masih sering terjadi. Bahkan, sejumlah pihak (oknum) banyak yang sudah mem-plotting proyek-proyek tertentu, sehingga ketika dilaksanakan tender, maka itu tinggal formalitas belaka. Nah, untuk mem-plotting proyek ini sejumlah pihak (oknum) tentu harus ‘’ngijon” dulu.

Selain itu, pasca Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), aksi plotting dengan restu pejabat teras di Kota ini, tampaknya perlu diwaspadai betul. Maklumlah, usai Pilkada, biasanya pihak-pihak yang merasa menjadi tim sukses atau pun ‘’sponsor’’ pasangan walikota-wakil walikota yang memenangkan Pilkada akan menuntut ‘’balas jasa’’.

Dan, tampaknya, sudah menjadi ‘’budaya’’ , bahwa ‘’balas jasa’’ bagi anggota tim sukses atau ‘’sponsor’’ pemenang Pilkada adalah dengan memberikan ‘’paket proyek’’. Sehingga tak aneh kalau tahun-tahun awal setelah sang pemenang Pilkada dialntik, maka aksi plotting ini akan cukup banyak terjadi.

Ujung-ujungnya, tentu saja, akan terjadi ‘’kebocoran’’ APBD. Karena nilai proyek yang ada biasanya akan di-mark up dulu, agar pihak pemborong maupun oknum-oknum di lingkungan Pemkot, bisa menikmati keuntungan yang besar.

Inilah tantangan yang perlu dijawab dengan tindakan nyata oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bekasi yang baru, yang khabarnya, akan dilantik pada pekan-pekan ini. Jangan menjadi macan ompong. Tunjukkan taringmu Kejari Kota Bekasi.***

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama