Polda Sulsel Diminta Segera Sidik Kasus Proyek Jalan Rantepao-Tikala

Doni Latupeirissa dari Perkumpulan Pengawas Independen Indonesia
MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Batas waktu 60 hari pasca audit dan temuan BPK atas proyek Peningkatan Jalan Rantepao-Tikala tahun anggaran 2017 berakhir Agustus 2018. Ini berarti penanganan kasus proyek tersebut saatnya memasuki babak berikut yakni proses penyidikan. Kasus proyek ini sejak dilaporkan yang lalu, terus mencuat ke permukaan. 

Guna mengetahui kerugian negara yang timbul dari proyek ini, BPK pun melakukan uji petik dan mengaudit. Hasilnya, ditemukan kerugian negara sebesar Rp1,782,417,147 ditambah kelebihan pembayaran untuk pekerjaan drainase sebanyak Rp37,851,145. 

BPK kemudian meminta PT Cendrawasih Persada Raya (CPR) mengerjakan ulang pisik berdasarkan kontrak senilai kerugian negara serta mengembalikan secara tunai kelebihan pembayaran pekerjaan drainase.
Namun hingga deadline 60 hari, akhir Agustus ini, belum juga ada penyelesaian tindaklanjut. Batas waktu pasca temuan BPK ini diketahui dari informasi Kabag Hukum Nety Palin SH yang disampaikan melalui WhatsApp (WA), beberapa waktu lalu. "Persuratan kita layangkan pada akhir Juni. Batas waktu itu sekitar akhir Agustus," timpalnya.

Namun ketika ditanya via WA, Kamis siang ini (30/8), langkah hukum yang akan diambil setelah tidak ada penyelesaian tindaklanjut, Nety tidak tegas dan tidak konkrit menjawab. "Yang jelas kita terus melakukan langkah untuk tindaklanjut dan langkah terakhir kembali akan kita layangkan persuratan kedua setelah berkoordinasi dengan atasan," tuturnya.

Lebih jauh, Nety mengatakan, pihaknya sudah melaporkan langkah yang sudah dilakukan, tanpa menyebut langkah dimaksud. "Dan prosedurnya sudah berjalan. Setelah persuratan pertama dilanjutkan persuratan sampai persuratan ketiga dan setelah itu kita akan lanjutkan dengan proses tindaklanjut berikut, umpamanya sidang Majelis TPTGR sesuai kesepakatan tim tindaklanjut," jelas Nety.

Inspektur Torut, Hendrik Lemuk Simak SE, ketika dihubungi langsung via ponsel, siang ini, juga dengan layanan pesan singkat (SMS), terkesan bungkam. Yang bersangkutan tidak menjawab padahal telepon genggamnya aktif. Sedang Bupati Torut Kala'tiku Paembonan ketika dihubungi, hanya menjawab kasus tersebut sedang dalam penanganan.

Menanggapi proses penanganan kasus proyek di internal Pemda Torut yang dinilai lamban ini, Doni Latupeirissa dari Perkumpulan Pengawas Independen Indonesia, mengatakan, tenggang waktu 60 hari pasca temuan BPK itu hanyalah merupakan policy atau kebijakan. 

"Tidak wajib hukumnya untuk ikuti. Proses hukum sudah harus berjalan. Kebijakan 60 hari itu sebenarnya hanya dimungkinkan untuk kesalahan administratif. Tapi kalau menyangkut kerugian negara yang timbul apalagi ini temuan BPK itu ranahnya sudah pidana. Harus ditindaki melalui proses hukum," tegas Doni menjelaskan.

Dia mempertanyakan soal kemungkinan sidang Majelis Pertimbangan TPTGR (Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi) sebagai sarana untuk mencari jalan keluar penanganan kasus proyek tersebut. Pasalnya, pihak yang menimbulkan kerugian negara dari proyek jalan Rantepao-Tikala itu dominan faktor kontraktor pelaksana ketimbang pejabat negara atau pegawai negeri. 

"Sementara TPTGR itu kan lebih dikhususkan untuk pejabat negara atau pegawai negeri, bukan swasta. Ini jelas dalam Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Lihat di pasal 35 Bab IX mengenai ketentuan pidana, sanksi administratif dan ganti rugi. Pasal 35 ayat 1 mengatakan, setiap pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud, dan seterusnya," beber Doni.

Menurut pria yang juga aktivis Toraja Transparansi ini, aturannya semua sudah jelas. Mulai dari undang-undang tindak pidana korupsi di pasal 4 itu mengatur pengembalian kerugian keuangan negara, tapi tidak menghapus dapat dipidananya seseorang. 

"Ada surat edaran MA seingat saya disitu ada pemisahan kalau administratif silahkan saja, boleh-boleh saja. Tapi kalau aspeknya pidana tentu yang berwenang penegak hukum," ketus Doni. (Tim)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama