Diduga KKN Kelola Dana Desa, Kalem Sesean Matallo di Torut Disorot Warganya

Salmon SP dari Toraja Transparansi 
TORAJA UTARA (wartamerdeka.info) - Pengawasan Dana Desa di daerah tampaknya tidak cukup hanya bergantung pada pemerintah.

Sejauh ini, ada sejumlah lembaga pengawasan yang dibiayai negara mulai dari BPK-RI, BPKP dan Inspektorat di daerah. Bahkan ada yang paling muktahir bentukan Jaksa Agung HM Prasetyo, namanya Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P)  dan Daerah (TP4D). Khusus di Toraja, ada satu program lagi dari Kejaksaan, namanya Jaga Desa.

Kemudian, pada level teknis pemberdayaan masyarakat dan desa, ada konsultan, fasilitator bahkan ada tenaga pendamping desa. Tapi semuanya belum mampu meredam laju indikasi penyimpangan dana desa di daerah. Maka, tidak heran jika di berbagai kesempatan Presiden Jokowi dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo meminta dan mengharapkan peran serta masyarakat dalam mengawasi dana desa.

Dengan demikian, sudah sewajarnya jika warga Toraja juga turut mengawasi dana desa di daerahnya. Seperti tampak di Lembang (red, Desa) Sesean Matallo Kecamatan Sesean Suloara'. Kepala Lembangnya, Dorkas Datu Pabida, disorot warganya sendiri.

Sorotan itu terkait pengelolaan keuangan dan pelaksanaan pembangunan. Khususnya transparansi penggunaan dana desa dan kegiatan pisik-nonpisik yang dibiayai dana desa. Ironisnya, pencopotan Seklem (red, Sekdes) lama, Erwanty T Layuk, malah makin membuat warga setempat bertanya-tanya apa sesungguhnya yang terjadi.

Awak media ini langsung terjun ke lokasi dan memantau dengan melakukan penelusuran. Dari data yang dihimpun di lapangan, dari keterangan lisan warga maupun tertulis, ditemukan sejumlah kejanggalan terkait dana desa di lembang tersebut.

Mekanisme pencairan dana desa dari Bank Sulsel Toraja tampak tidak prosedural, karena yang menarik dana langsung adalah kepala lembang (kalem). Ini jelas dalam rekening koran. Parahnya, Kalem mengangkat anak kandungnya sendiri, JDT, sebagai bendahara yang sewaktu-waktu menarik dana desa.

Rekap RAB Pembangunan Balai Desa Lembang Sesean Suloara' Tahun Anggaran 2017

Namanya ter-registrasi di rekening koran periode 2016 dan 2017. JDT tercatat beberapa kali menarik dana disamping Kalem sendiri. Memasuki 2018, nama JDT tidak lagi ada di rekening koran. Yang ada hanya nama Dorkas Datu. Padahal ada bendahara baru, namanya Jeni Rante La'bi'. JDT sendiri tetap honorer di kantor lembang Sesean Matallo.

Aroma KKN juga terpantau pada Pembangunan Gedung Balai Desa di lembang tersebut. Pasalnya, dari hasil pelacakan, Ketua TPK (Tim Pengelola Kegiatan) pembangunan gedung tersebut adalah suami Kalem sendiri.

Indikasi ini tampak pada lembaran Rekap RAB Pembangunan Gedung Pertemuan Kantor Lembang Sesean Matallo tahun 2017 yang ditandangani Anthon Tandungan selaku Ketua Tim TPK. Anthon adalah suami Dorkas. Pada 2018, Anthon kemudian digantikan Simon Sattu. Menyoal pembangunan balai desa dalam dua tahun anggaran ini, dengan total dana Rp 500 juta lebih, diduga ada mark up. Atau, jika tidak, pembangunanya diduga menyimpang dari RAB.

Menanggapi permasalahan dana desa di Lembang Sesean Matallo, Salmon SP dari Toraja Transparansi malah mempertanyakan peran dan tugas lembaga pengawasan yang dibiayai negara khususnya lembaga pengawasan fungsional yang ada di daerah. Sejauh mana efektifitas peran dan tugas serta tanggungjawab mereka khususnya di Toraja.

"Kenapa bisa ada temuan seperti itu, apakah ini tidak terdeteksi selama ini oleh mereka. Seperti Inspektorat misalnya apakah masalah dana desa masuk dalam program kegiatan pemeriksaan dan kalau masuk bagaimana dengan lembaran kerja pemeriksaannya. Ini harus transparan agar diketahui masyarakat, jangan ditutup-tutupi. Sekarang dengan adanya berita dan informasi temuan ini apa actionnya. Jangan sampai masyarakat yang langsung melapor, apalagi dengan adanya dukungan semangat PP 43 tahun 2018 yang baru diteken Presiden Jokowi," ujar Salmon yang juga wartawan online FajarMetro.com ini.

Lewat telepon genggam, Rabu (17/10), Salmon juga menyinggung peran TP4D di daerah khususnya di Toraja.  Di beberapa lokasi proyek utamanya proyek miliaran rupiah, ditemukan papan atau spanduk TP4D berwarna hijau. Hanya saja, keberadaan TP4D ini tidak menjamin tidak akan ada lagi tindak pidana korupsi pada proyek tersebut. Baik secara administrasi, prosedural apalagi teknis.

"Teman-teman jaksa kan tidak tahu teknis. Begitu pun secara administrasi dan mekanisme prosedural. Bagaimana penguasaan materinya terkait regulasi yang relevan diperlukan serta juknis atau juklaknya itu dulu," jelas Salmon.

Keberadaan TP4D sendiri di Toraja tampaknya masih perlu sosialisasi ke semua pihak. Pasalnya, dari pantauan di lapangan, ada pemahaman yang keliru selama ini bahwa dengan adanya TP4D tidak perlu lagi ada pengawasan dari LSM dan Pers.

"Saya lihat di beberapa lokasi proyek  memang ada papan atau spanduk TP4D. Ada malah yang biasa ngomong proyek ini diawasi TP4D. Ada juga kalau saya ke sekolah ada yang ngomong sudah diperiksa kejaksaan atau kalau tidak inspektorat. Jadi pertanyaan saya kemudian lantas kalau semua lembaga itu sudah periksa apakah itu sudah menjustifikasi tidak ada lagi masalah, ini problem pak," tandas Salmon lagi. (Tom)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Otomotif