Kalau Ada Rekomendasi Pamakzulan Terhadap Gubernur NA, Rakyat Marah!

Dosen Unhas Dr Amir SH MH: Pansus Hak Angket DPRD Sulsel Cacat Secara Substansi

Dosen Universitras Hasanuddin Makassar, Dr Amir SH MH
MAKASSAR (wartamerdeka.info) – Dosen Universitras Hasanuddin Makassar, Dr Amir SH MH, menilai ada tiga aspek yang harus diperhatikan dengan tuntutan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan terhadap Gubernur Sulsel  HM Nurdin Abdullah.

Aspek yang paling disorotnya adalah terkait beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diberhentikan.Menurut Amir, bila ada ASN yang dicopot, dipecat, atau dimutasi akan beperngaruh terhadap pelayanan masyarakat atau berdampak luas terhadap kinerja pemerintahan, mungkin gubernur memang bisa direkomendasi untuk dimakzulkan.

“Tapi kalau tidak ada dampaknya terhadap pelayanan masyarakat, menurut saya rekomendasi pemakzulan itu cacat substansi. Apa yang dipermasalahkan oleh pansus itu, tidak memenuhi syarat. Jadi belum layak untuk dilakukan hak angket,” ujar Amir, Jumat (23/08/2019).

Amir melihat, di Pemprov Sulsel, meski ada ASN yang dicopot dari jabatannya, namun  pelayanan di pemerintahan tetap berjalan dengan baik. Bila secara internal ada kegaduhan, mungkin itu tidak bisa dilihat, kecuali media yang mengekspose.

Dikatakannya, sangat wajar bila Gubernur Nurdin Abdullah mau bekerjasama dengan orang yang dia kenal baik dan punya track record baik, lalu tidak memakai lagi orang yang dianggap tidak bagus di posisi-posisi strategis.

“Kuncinya kan yang penting sesuai aturan. Karena ASN kan tidak ada copot,” kata Dosen Fakultas Hukum Unhas ini

Lalu bila pada akhirnya Gubernur Nurdin Abdullah bersinergi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan bersih-bersih, dia menilai itu langkah yang sangat bagus.

“Kalau memang ada rekomendasi secara tertulis dari KPK untuk menggeser pejabat yang disinyalir melakukan penyalahgunaan wewenang, ya sangat bagus. Tapi meski pun tidak ada rekomendasi secara tertulis, selaku gubernur pun sah-sah saja dia mencopot atau mau mengganti orang-orang yang dia anggap tidak bisa lagi diajak bekerjasama. Semua kan demi menjalankan roda pemerintahan, karena dialah yang akan bertanggung-jawab lima tahun ke depan. Itu hak prerogatif gubernur,” papar Amir.

Semua sudah diatur dalam undang-undang bahwa ASN-PNS harus ikut aturan dan irama kepemimpinan gubernur.

“Gaya kepemimpinan seseorang kan berbeda-beda. Pak Syahrul yang kemarin lain Pak Nurdin Abdullah yang pasti lain juga. Jadi bawahan harus bisa mengikuti dan sesuai dengan aturan,” katanya.

Amir juga mengkritisi terkait tudingan dualisme kepemimpinan di Pemerintahan Gubernur Nurdin Abdullah. Dia mengatakan bahwa terkait pelantikan yang dilakukan oleh Wakil Gubernur Andi Sudirman Sulaiman terhadap 193 orang pejabat eselon, itu sudah dilaporkan ke KSN dan sudah dibatalkan dan juga melibatkan Kemendagri.

“Kalau ada PNS yang tidak puas dengan keputusan itu, ‘kan ada jalurnya. Ada KSN dan bisa juga di PTUN-kan. Saya tidak mau mengatakan bahwa DPRD melindungi orang yang sudah dipecat, tapi saya melihat fakta-faktanya bahwa ada kecenderungan Pansus Hak Angket ini sudah cacat secara substansi. Saya secara pribadi berharap pansus ini ada sinergi, tidak perlu jauh-jauh sampai minta pendapat Mahkamah Agung,” tegasnya.

Lebih jauh tentang isu dualisme kepemimpinan, Amir menegaskan bahwa posisi gubernur dan wakil gubernur tidak bisa diubah-ubah.

“Posisi gubernur tetap gubernur dan wakil gubernur tetap juga di posisinya. Soal penandatanganan SK oleh wagub itu seharusnya tidak terjadi lagi. Karena itu adalah wewenang gubernur, karena dia adalah pengambil kebijakan," papar Amir.

Masih terkait soal isu dualisme, wagub harus bisa menempatkan diri sesuai dengan kapasitasnya.

Termasuk ketika ada presiden atau wapres datang berkunjung, karena  biasanya gubernur sebagai kepala pemerintahan daerah itu lah yang menjemput seharusnya biarkan gubernur saja yang menjemput.

Sementara, kata Amir, wagub menjaga pemerintahan. "Begitu juga saat gubernur melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah, wagub juga harusnya stand by di tempat. Bukan lantas kunker juga, sama dengan gubernur," tegasnya.

Hal yang harus dilakukan adalah koordinasi antar-gubernur dan wakil gubernur lebih ditingkatkan dan lebih diperbaiki lagi agar tidak timbul isu dualisme kepemimpinan yang saat ini digulirkan oleh pansus.

“Semuanya harus dibicarakan lebih baik,” tegas Amir yang aktif menulis kolom di berbagai media di Sulsel.

Amir juga menilai, kalau pansus mau konsisten dan memang ingin mencari kebenaran materiil atas kasus terkait Kepala Biro di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel yang minta fee 7,5 persen dari setiap proyek pada pengusaha pemenang tender, seharusnya dikejar juga soal kebenarannya.

“Pansus juga harus kejar, siapa pelaku atau dalang dari permintaan fee itu. Harusnya pansus kejar terus. Bahkan secara perorangan pun bisa langsung dilaporkan ke pihak berwajib atau ke KPK untuk diselidiki,” tegas pria kelahiran Sidrap 10 Juli 1980.

Amir tidak menampik, pekerjaan sebagai anggota dewan itu sangat banyak dan sangat berat. Lalu ketika hak angket ini digulirkan, pekerjaan mereka pun jadi bertambah berat.

Dikatakannya, secara undang-undang dan secara konstitusi, hak angket bagi anggota dewan ini dibenarkan. Namun, apakah Hak Angket DPRD Sulsel ini memenuhi syarat atau tidak, itu yang perlu dipertanyakan.

“Kalau pada akhirnya hak angket ini bisa digulirkan, sangat luar biasa menurut saya. Karena kalau bisa bergulir, kan sudah pasti memenuhi syarat. Hak angket itu kan susah, dari 85 anggota dewan, minimal 64 orang yang setuju. Dari ke-64 orang itu, kalau dihitung dengan tiga fraksi yang ada di DPRD yang 24 itu harusnya tidak bisa terlaksana. Jadi memang, politiknya tinggi di sana. Saya tidak paham apa yang terjadi di sana (DPRD). Tidak gampang meng-quorumkan 64 dari 85 anggota dewan,” katanya.

Kalaupun ada gerakan-gerakan politik untuk menjatuhkan Gubernur Nurdin Abdullah, kata Amir,  semua harus sesuai dengan aturan.

“Saya khawatir rakyat marah. Baru 11 bulan gubernur bekerja, belum ada apa-apanya. Saya khawatir rakyat marah kalau sampai ada pemberhentian. Tapi, kita lihat saja hasil rapat pimpinan atau rapat paripurna DPRD nanti,” kata Amir yang pernah menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di Sulsel.(a)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama