Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto |
Jadi kalau ada yang menanggapi terkait tentang 50%+1 kader pengurus DPP Partai Golkar secara bersama-sama menyatakan mosi tidak percaya pada ketua umumnya itu tidak sah, saya harap dapat belajar lebih banyak lagi dulu di Golkar. Karena partai Golkar ini adalah partai yang sangat demokratis bukan partai otoriter kolonialisme.
Sangat jelas dalam anggaran Rumah tangga Partai di Bab II pasal 2 huruf F;
"Menghadiri musyawarah, Rapat-rapat dan Kegiatan Partai"
Kalimat diatas jelas termakna bahwa segala bentuk aspirasi kader dan pengurus harus di dengar oleh ketua umum, nah wadah untuk tempat mendengar dan menyampaikan pendapat itu yaitu dalam Rapat Pleno. Sementara partai sudah hampir satu tahun tidak melakukan kegiatan Rapat Pleno. Kran demokrasi untuk menyampaikan pendapat itu ditutup. Apakah partai ini diajari untuk buta berjalan dalam politik demokratis.
"Sekali lagi saya tekankan, segala sesuatu permasalahan partai politik itu dilakukan dalam musyawarah mufakat terlebih dahulu yaitu dalam forum Rapat Pleno bukan langsung by pass ke Mahkamah Partai. Jadi yang mengkaitkan hal tersebut dengan UU nomor 2 tahun 2011 iti adalah pelawak sejati. Masa dalam hal permintaan sejumlah kader dan pengurus untuk agar berjalannya Rapat Pleno DPP segera itu harus di Mahkamah Partai kan. Dimana akal sehatnya itu," tandasnya.
Tak Langgar AD/ART Golkar
Sebelumnya Ace Hasan Sadzili, salah satu ketua DPP Partai Golkar, menyatakan, pernyataan mosi tidak percaya pengurus harian dan pleno telah melanggar AD/ART.
Amriyati Amien, pengurus DPP Partai Golkar, jufa menyatakan pernyataan Ace Hadan itu tidak memiliki dasar pijakan yang jelas.
"Pernyataan Ace Hasan, menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki pemahaman yang benar tentang AD/ART dan peraturan organisasi partai Golkar" lanjutnya. Amriyati bahkan secara tegas menyatakan tunjukkan dalam pasal berapa dalam AD/ART Partai Golkar yang dilanggar oleh pernyataan mosi tidak percaya ini," ujarnya.
Dia menyayangkan, dalam posisi sebagai salah satu ketua DPP, Ace Hasan tidak memiliki pengetahuan yang kuat tentang organisasi. "Mungkin ini yang menyebabkan partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga, tidak mampu menjalankan mekanisme organisasi dengan baik," lanjut Amriyati.
Selain itu, ketidakmampuan itu juga tercermin dari pelaksanaan rapat pleno tidak pernah dilakukan selama hampir satu tahun terakhir. Padahal jelas dalam peraturan partai mengharuskan sekurang-kurangnya satu kali dalam dua bulan.
Rapat pleno sangat urgent dilakukan mengingat banyak agenda yang harus diselesaikan oleh partai, termasuk menjelang pelantikan DPR/MPR dan pilkada tahun 2020.
"Saya mengingatkan bahwa menurut AD/ART jelas disebutkan bahwa kepengurusan DPP partai Golkar bersifat kolektif, bukan hanya tunggal milik ketua umum. maka rapat pleno harus dilakukan," lanjutnya.
Terakhir, dia mengingatkan bahwa ketidakmampuan memahami aturan dan mekanisme organisasi akan menyebabkan persoalan besar ke depan terutama eksistensi partai. "Jangan sampai dalam akhir periode kepemimpinan Airlangga ini, Partai Golkar semakin terpuruk dan terjadi kerusakan yang tidak kita inginkan," katanya.(Ar)
Tags
Nasional