Pimpinan DPRD Sulsel Dan Fraksi Tegaskan Rekomendasi Versi Kadir Halid Tidak Sah

Ketua Fraksi PDI Perjuangan, H Alimuddin (kanan) dan Plt Sekretaris DPRD Sulsel, M Jabir 
MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Sejumlah pimpinan Fraksi dan pimpinan DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) menegaskan rekomendasi terkait penyelidikan Pansus Hak Angket yang sah adalah versi hasil sidang paripurna DPRD, bukan versi Kadir Halid yang terdiri 7 poin.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan, H Alimuddin mengatakan, dalam sidang paripurna, yang disahkan adalah rekomendasi yang berisi dua kesimpulan dan satu rekomendasi. Jadi rekomendasi yang berisi 7 poin versi Kadir Halid, mantan Ketua Pansus Hak Angket jelas tidak sah.

Dengan demikian, rekomendasi yang terdiri 7 poin versi mantan Ketua Pansus Hak Angket Kadir Halid dinilai hanya hoaks dan tidak memiliki legalitas.

Hal ini pun dibenarkan pula oleh Wakil Ketua DPRD Sulsel, Ni’matullah. Ulla begitu ia disapa juga menegaskan paripurna hanya mengesahkan laporan pansus yang berisi dua poin kesimpulan dan satu rekomendasi. Itu yang disepakati di rapim terakhir sebelum disetujui diparipurnakan.

“Kita sepakat karena rekomendasi 7 poin itu mayoritas fraksi menolak. Kalau dipaksakan tidak bisa lanjut ke paripurna. Sehingga formula 2 kesimpulan dan 1 rekomendasi yang disetujui hampir semua fraksi,” tegasnya.

Wakil Ketua DPRD Sulsel, Yusran Sofyan juga menyebut rekomendasi tunggal tersebut sudah jadi keputusan mayoritas fraksi. Kesepakatan ini diambil pada rapim diperluas yang dihadiri pimpinan DPRD, pimpinan fraksi, AKD dan pansus angket

“Rekomendasi pansus hak angket yakni menyerahkan ke pimpinan DPRD untuk ditindak lanjuti ke pihak terkait, itu jika diperlukan,” tuturnya.

Plt Sekretaris DPRD Sulsel, M Jabir pun meluruskan polemik yang terjadi di tengah masyarakat itu. Ia menuturkan tidak ada rekomendasi ganda.

Hanya ada satu rekomendasi yang disetujui, bukan dua versi. Yakni hasil revisi yang dibacakan di paripurna.

“Hanya satu poin rekomendasi. Itu yang 7 poin (versi Kadir Halid) diganti, dan direvisi saat di rapim,” tuturnya.

Jabir membantah isi rekomendasi yang dibacakan belakangan oleh mantan Ketua Pansus Hak Angket, Kadir Halid. Sebelumnya Kadir menyebut ada usulan ke MA, APH dan Kemendagri. Jabir menegaskan naskah asli rekomendasi pansus hanya ada satu poin.

Ketua Fraksi PDIP Alimuddin juga mengingatkan, mayoritas fraksi-fraksi yang jumlahnya tujuh fraksi saat rapim DPRD hanta menyepakati rekomendasi versi yang dibacakan saat sidang paripurna.

Dan rekomendasi itu telah dibacakan oleh Ketua Pansus Hak Angket di dalam rapat paripurna. Hanya memang dia tambah bahwa pihat terkait, jika dianggap perlu, diserahkan ke MA, BPK, atau Kemendagri. Itu improvisasi, mencontohkan. Kalau bukan itu yang dibacakan, itu akan dikomplain habis oleh fraksi-fraksi lain. Karena itulah hasil rumusan kesepakatan berdasarkan rapat pimpinan sebelum rapat paripurna digelar,” jelasnya.

Alimuddin tidak menampik, dirinya sebagai Ketia F-PDIP memang tidak hadir di rapat paripurna bersama F-PKS dan F-PAN dengan alasan belum menerima perbaikan hasil rumusan dan kesimpulan rekomendas hasil rapim yang membuatnya terlambat hadir.

“Kami tidak mau ceroboh masuk dalam rapat paripurna karena kami tidak mau sebelum ada perubahan. Ternyata itu sudah dirubah dan sudah dibacakan dan sudah didengar oleh seluruh peserta rapat paripurna,”  katanya.

Bahkan, lanjut dia, hanya dua orang dari F-PPP yang benar-benar menandatangani absen dan mengikuti rapat sementara yang lain hanya menjadi pemantau agar jangan sampai lain yang disepakati, lain yang dibacakan.

“Jadi, yang dia bacakan itu adalah benar yang sudah disepakati bersama, hanya dia tambah sebagai improvisasi saja. Kalau dia bilang itu palsu atau hoaks, nggak mungkinlah. Karena itu ada videonya. Kalau dia tidak tanda tangan untuk kemudian dijadikan sebagai alasan dan bilang itu hoaks, toh dia juga sudah tanda tangan di form perubahan. Yang pertama sudah ada tanda tangan dia juga,” papar Alimuddin.

Terkait himbauan Kadir Halid agar masyarakat tidak mempercayai hasil rapat paripurna yang sudah beredar, Alimuddin mengatakan bahwa masyarakat tidak ada kepentingannya untuk percaya atau tidak dengan apa yang dia katakan. Karena, nilai Alimuddin, masyarakat selama ini juga tidak merasakan hiruk pikuk yang terjadi di DPRD.

“Jadi, persoalan rekomendasi itu mau dipercaya atau tidak, masyarakat tidak peduli. Apa manfaatnya bagi masyarakat. Karena memang tidak ada sesuatu yang luar biasa yang terjadi di pemerintahan,” tegasnya.

Soal cerita Kadir Halid yang menyebut bahwa dirinya berada di bawah tekanan dan dirinya merasa dipaksa terkait rumusan akhir hak angket tersebut, Alimuddin menyatakan, ini bukan persoalan paksa memaksa.

"Maksud saya, tujuh fraksi yang ada di DPRD sudah mengakui rumusan hak angket itu. Jadi itu loyalitas politik dan dukungan. Jadi, kan begitu sebaiknya lembaga politik,” katanya.

Menanggapi kemungkinan bahwa ada indikasi dendam politik dari Kadir Halid yang pada Pemilihan Gubernur 2018 lalu, sang kakak, Nurdin Halid dikalahkan oleh Nurdin Abdullah, menurutnta itu hak seseorang untuk bersikap.

"Lagi pula, beda pendapat di DPRD itu kan nggak ada masalah,” tandas Alimuddin.

Namun demikian, Alimuddin berharap, jangan perbedaan pendapat, terlebih sudah disetujui oleh mayoritas fraksi, justru itu yang dibantah. Menurutnya, DPRD harus punya dokumen politik.

“Tidak mungkin pendapat satu orang anggota dewan, atau pendapat sepuluh orang anggota dewan akan menjadi pendapat DPRD secara keseluruhan. Itu tidak mungkin. Jadi apa yang terjadi di rapat paripurna dan dia sendiri yang membacakan, itulah kenyataannya. Itu fakta. Lalu, bagaimana mungkin membantah sesuatu yang dia baca sendiri,” pungkasnya.

Senada dengan penjelasan Alimuddin, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) DPRD Sulsel, Yusran Paris mengatakan, apa yang disepakati pada rapim sebelum berlanjut ke rapat paripurna adalah seperti yang dibacakan di rapat paripurna. Bahkan pada rapim itu hadir juga Ketua Pansus, Kadir Halid.

“Kalau dia bilang palsu, saya tidak tahulah itu. Tapi kalau mengacu kepada rapat pimpinan tadi, dua kesimpulan dan satu sudah disepakati oleh semua fraksi. Buktinya dia pimpinan pansus menandatangani kesepatakan itu,” kata Yusran Paris.

Lebih jauh dikatakan Yusran Paris, tujuh point yang diajukan itu adalah draft tetapi ditolak oleh sebagian besar fraksi yang ada di rapat pimpinan. Lalu, kata dia, dicarilah formula rumusan baru yang dianggap bisa disepkati oleh semuanya.

“Maka ditemukanlah itu, dua kesimpulan dan satu rekomendasi. Dan itu jelas tadi diputuskan dalam rapim yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD, Pak Mohammad Roem. Ketua DPRD yang ketok palu. Kalau itu tidak disepakati, tidak akan mungkin terjadi rapat paripurna. Jadi kalau dia bilang itu palsu, itu urusan dia. Saya Cuma menjelaskan apa yang terjadi dalam rapim,” imbuh Yusran Paris, Jumat (23/08/2019).

Inilah kesimpulan dan rekomendasi terkait hsk angket hadil kesepakatan bersama dan akhirnya dibacakan Kadir Halid di Rapat Paripurna DPRD Sulsel adalah:

A. Kesimpulan

1.    Ada dualisme kepemimpinan pada pemerintahan Sulawesi Selatan.

2.    Ada dugaan kuat berdasarkan indikasi yang ditemukan dalam penyelidikan dan fakta-fakta persidangan panitia angket, menemukan telah terjadi pelanggaran Ketentuan dan perundang-undangan Serta adanya potensi kerugian negara.

B. Rekomendasi

Menyampaikan laporan ini tentang kesimpulan dan temuan-temuan dari panitia angket ke pimpinan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan untuk ditindaklanjuti kepada pihak-pihak yang terkait yang dianggap perlu dan berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan rekomendasi angket versi Kadir Halid  yang terdiri 7 poin dan dinilai tidak memiliki legalitas adalah:

1.    Meminta kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk memeriksa, mengadili dan mengutus terhadap pelanggaran perundang-undangan yang dilakukan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan.

2.    Meminta kepada aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, KPK) untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana.

3.    Meminta kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia agar mengambil langkah-langkah normalisasi sistem manajemen dan tata kelola pemerintahan di Provinsi Sulawesi Selatan.

4.    Meminta kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan untuk memberhentikan dari jabatannya nama-nama terperiksa yang terbukti secara melawan hukum melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran prosedur dan substansi, yakni: Asri Sahrun Said, Reza Zharkasyi, Bustanul Arifin, Muh Basri, Sri Wahyuni Nurdin, Taufik Fachruddin, serta Salim AR.

5.    Meminta kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan agar melakukan pembubaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) dan Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan.

6.    Meminta kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan agar mengembalikan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) pada posisi semula yang diberhentikan karena tidak sesuai prosedur dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

7.    Meminta kepada DPRD Provinsi Sulawesi Selatan untuk menetapkan pendapat DPRD tentang adanya indikasi pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan.

 (A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama