Pengacara Hartono Tanuwidjaja, SH, MSi, MH, CBL |
"Perjanjian damai dibuat oleh para pihak dalam rangkap empat asli masing masing dibubuhi materai secukupnya dan ditandatangani oleh para Pihak dengan sadar dan tanpa tekanan dan/atau pengaruh dari pihak manapun serta memiliki kekuatan hukum yang sama," kata pengacara Hartono Tanuwidjaja, SH, MSi, MH, CBL kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (2/9).
Ditambahkan Hartono Tanuwidjaja bahwa, perjanjian perdamaian tersebut dibuat di Jakarta pada 14 Agustus 2019 lalu dan ditandatangani oleh Pihak Pertama Drg Mumasni, Pihak Kedua PT Bank UOB Indonesia oleh kuasa Antonius Danar P, SH dan Pihak Ketiga Deni Handoko, S.SOS.
Seperti diberitakan wartamerdeka.info sebelumnya, Drg Mumasni memberi surat kuasa khusus kepada Advokat Hartono Tanuwidjaja Cs menggugat PT Bank UOB Indonesia, Jl. Asemka No. 32-36 Jakarta Barat (Tergugat I), Deni Hartono alias Robby Handoko (Tergugat II), dan Notaris Silvia Veronica, SH (Turut Tergugat I dan Notaris Faridah, SH, MKn (Turut Tergugat II) melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Gugatan PMH diajukan Penggugat Drg Mumasni terhadap para Tergugat dan para Turut Tergugat terkait Akta Perjanjian Kredit Nomor: 57 dibuat Notaris Turut Tergugat I, jo Surat Pemberitahuan Persetujuan Kredit (SSPK) Nomor: 08/PCA-CPAII/ASK/0247 tanggal 30 Mei 2008 yang berisikan persetujuan kepada Penggugat untuk mendapatkan fasilitas kredit untuk tujuan pembelian Apartemen dengan jumlah maksimum sebesar Rp 500 juta dari perusahaan Tergugat I untuk jangka waktu 180 bulan terhitung sejak tanggal 26 Juni 2008 sampai dengan 26 Juni 2023.
Jaminan fasilitas kredit, satu unit rumah susun No.133/XVIII/18A/Petojo Utara, seluas 84 m2 yang dikenal dengan Istana Harmoni - Apartemen Jl. Suryopranoto No.2 Blok D-C Lantai XVIII No. 18A atas nama Drg Mumasni.
Terkait kredit tersebut Penggugat telah melaksanakan pembayaran angsuran sebesar Rp 5.645.365 sampai Rp 6.473.655 per bulan ke perusahaan Tergugat I, melalui pendebetan di rekening tabungan atas nama Drg. Mumasni Nomor: 301 101 3994 dan telah berjalan tanpa masalah selama 125 bulan. Dan sempat mengalami keterlambatan angsuran fasilitas kredit selama 2-3 bulan saja.
Namun secara tiba tiba pada 9 November 2018 Tergugat telah melayangkan surat OUB No. 18/COL/13104 dan No. 18/COL/13105 (kedua surat bertanggal 08 November 2019 yang pesannya berupa pemberitahuan Pengalihan Piutang-piutang yang ditujukan kepada Penggugat.
Isi dari surat tersebut antara lain menyatakan bahwa Tergugat I, telah menjual dan mengalihkan hak tagihan piutang kepada Tergugat II Deni Handoko.
Kemudian diketahui berdasarkan Akta Pengalihan Hak atas Tagihan Nomor:35 dan Nomor: 36 tertanggal 9 November 2018 yang dibuat dihadapan Notaris Faridah, SH, M.Kn (Turut Tergugat II) dan meminta Penggugat menghubungi Tergugat II guna membicarakan penyelesaian kewajiban tersebut.
Penggugat lantas mencoba melakukan kominikasi dengan Tergugat II Deni Handoko alias Robby Handoko untuk mencari solusi terbaik penyelesaian kewajiban fasilitas kredit UOB tersebut baik dengan pertemuan 6 mata dan kontak surat/email namun tidak memperoleh titik terang. Sebab tanpa dasar dan secara tidak masuk akal Tergugat II minta tebusan Cassie sampai dengan angka Rp 500 juta. Bahkan terakhir melalui tiga surat meminta pelunasan Rp 700 juta.
Padahal keberadaan sisa kewajiban angsuran Fasilitas Kredit UOB yang terhutang oleh Penggugat berdasarkan informasi dari SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) dari OJK ( Otoritas Jasa Keuangan) ternyata sesuai Posisi Data Terahir tanggal 15 November 2018 adalah sebesar Rp 286.020.754 saja. Dilain pihak sebagai wujud itikat baik Penggugat pun telah mengajukan tawaran untuk penebusan Sertifikat Jaminan Rp 335 juta. Akan tetapi tidak ditanggapi hingga Penggugat mengajukan gugatan PMH terhadap Tergugat I dan Trrgugat II di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dan sempat disidangkan oleh majelis hakim yang diketuai Masrizal, SH, MH.
Sebelum ditetapkan tebusan Rp 700 juta, kata Hartono, Cessor (pembeli Cessie) telah menyetujui Rp 500 juta. Jadi tidak ada titik temu. Sementara Cessie itu belum didaftar ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hingga pengacara Hartono blokir dan ajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Waktu digugat ini terjadi perdamaian.
"Jadi terjadi perdamaian utang macet senilai kurang lebih 280 juta yang kemudian minta ditebus Rp 700 juta ahirnya sisepakati Rp 350 juta," jelas Hartono.
Sebenarnya terjadi kredit macet karena tidak semua klien itu mampu membayar. Atau engga serta merta mampu bayar tapi perlu waktu. Uang Rp 350 juta itu engga besar. Tapi karena klien ada masalah belum tentu bisa bayar, terang Hartono.
Menurut advokat senior ini, karena sudah tercapai satu pertimbangan kemanusiaan maka terjadi perdamaian. "Dan Apartemen itu ditebus kembali dengan harga Rp 350 juta," kata Hartono.
"Artinya sudah selesai permasalahan. Utang sudah selesai. Dan sebetulnya angsuran kredit tinggal 7 atau 8 kali lagi sudah selesai," tambah Hartono.
Yang disesalkan menurut Hartono, bank UOB Indonesia terlalu cepat menjual Cessie. Tapi untunglah kita telah melakukan komunikasi baik dengan pembeli Cessie. Semula diminta tebusan Rp 700 juta kita negoisasi dan dengan pertimbangan kemanusiaan mereka setuju untuk menurunkan harga penebusan menjadi Rp 350 juta.
Setelah mereka setuju dilakukanlah perdamaian dengan penetapan dari majelis hakim.
Adapun bunyi Akta Perdamaian dimaksud antara lain menyebutkan; Setelah Perjanjian ini ditandatangani oleh para Pihak, maka para Pihak sepakat akan mendaftarkan Perjanjian dan/atau mengesahkan Perjanjian ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat sebagai Akta Perdamaian yang memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat.(dm)
Tags
Hukum