Pilkada Lamongan, Wabah Covid 19 Dan Hiruk Pikuk Medsos


Oleh : W. Masykar
(Wartawan wartamerdeka.info)

"Kritik adalah proses analisa dan evaluasi terhadap sesuatu untuk meningkatkan  pemahaman, memperluas apresiasi, atau memperbaiki suatu pekerjaan (Curtis).
Ujaran kebencian (hate speech), tindakan komunikasi oleh individu atau kelompok dalam bentuk provokatif, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok  lain dalam hal berbagai aspek."

Perseteruan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) vs Moh. Said Didu,  Najwah Shihhab dengan sejumlah anggota DPR RI, dan Sri Mulyani Indrawati, Menkeu plus sejumlah Menteri kabinet dengan gubernur Anis Baswedan setidaknya adalah contoh betapa sangat tipisnya sekat makna dan pemahaman antara kritik dan hujatan (hate speech).

Terlepas dari, siapa salah, siapa benar, panggung medsos menjadi tempat paling bebas untuk setiap orang menyampaikan pendapat dan membuat komentar.

Apalagi di era sekarang ini, orang bebas berpendapat dan berkomentar di banyak ruang, termasuk media sosial.

Saya yakin diantara kita (yang aktif di medsos) pastilah ada yang pernah menerima kata-kata  kurang enak didengar dan cukup membuat kuping panas. Bisa jadi banyak yang mengalami hal demikian, cuma bagaimana kita merespon dan menyikapinya? Apakah itu termasuk kategori kritik atau masuk wilayah hate speech, ujaran kebencian. Hanya itu.

Biasanya, dunia medsos akan kian ramai jika muncul isu atau persoalan yang cukup aktual dan menyita perhatian publik. Saat ini,  wabah Pandemi Covid 19, isu yang terus menggeliat adalah bagaimana menangani wabah tersebut? Wabah yang memiliki dampak yang sangat luas, otomatis terdapat banyak sisi untuk dikomentari, dikritisi.

Tim Gugus Tugas Penanganan wabah Covid 19 akan menjadi sasaran utama. Itu hampir di semua wilayah propinsi dan kabupaten/kota.

Lantas, kalau kabupaten Lamongan menjadi sangat menarik hiruk pikuknya di medsos, itu karena terhubung atau sengaja dikaitkan dengan urusan penyelenggaraan pilkada serentak 2020 ini. Apalagi, ditengarai ada dua pejabat yang bakal maju pada kontes pilkada tahun ini, yakni Kartika Hidayati yang saat ini menjabat wakil bupati (Wabup) dan Yuhrohnur Efendi menjabat Sekretaris Daerah (Sekda).

Persoalan Penanganan wabah Covid 19, lantas kerap ditarik tarik ke wilayah politis. Maka, menjadi lumayan ramai dan menarik hiruk pikuk di dunia medsos. Karena, apalagi kebebasan menyampaikan pendapat dijamin undang undang. Walau terkadang sampai kebablasan sehingga masuk kategori hate speech dan itu akan berhadapan dengan hukum, UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Meski, kritik dan menyampaikan kritik sesungguhnya sangat dibutuhkan untuk andil berkontribusi memberi masukan ide. Sehingga dengan menyampaikan kritik yang konstruktif kita akan turut berpartisipasi memberikan arah perbaikan kedepan yang lebih, karena bisa jadi ada langkah keliru yang sebelumnya dilakukan.

Sayangnya, tidak sedikit orang sulit membedakan mana yang disebut mengkritik dan menghujat. Akibatnya ada banyak kalimat kasar bertebaran di dunia medsos yang diklaim sebagai kritik justru berbau hujatan. Atau sebaliknya, hujatan beraroma kritik.

Penyelenggara pemerintahan menjadi tidak ada benarnya, eksekutif dan legislatif menjadi sasaran kritik berbau hujatan atau hujatan berbau kritik. Tulisan ini tidak bermaksud membela penyelenggara pemerintahan, pemerintah, Pemprop, Pemkot Pemkab atau DPR/D "wajib" dikritik. Tapi kritik yang elegan dan lebih bijak dengan pemilihan kalimat yang tepat.

Sebab, tipisnya perbedaan antara mengkritik dan menghina menjadikan sikap publik sulit bahkan cenderung mengabaikan dalam membedakannya.
Dalam menyampaikan pendapat atau kritik, pilihan diksi dan gaya bahasa yang tepat, akan menghasilkan gaya penyampaian yang pas.

Agar kita  dapat lebih bijak lagi dalam berkomentar di media sosial dan saat akan mengutarakan pendapat atau mengkritik sesuatu. Maka yang perlu kita pahami bahwa, Kritik adalah soal penganalisisaan dan pengevaluasian terhadap suatu objek (sasaran), dengan tujuan untuk meeningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan berikutnya.

Itu sebabnya, biasanya kritik disampaikan untuk memperbaiki perilaku kegiatan atau gagasan bukan atas dasar kebincian terhadap orang yang dikritik, juga
disertai argumentasi dan bukti-bukti yang cukup kuat untuk bisa meyakinkan, orang yang dikritik sehingga orang tersebut menyadari akan kesalahannya. Dengan cara menggunakan kata-kata yang tidak menyinggung perasaan, misalnya. Jadi, memilih kata-kata yang sopan dan bijak dengan tidak mengurangi kualitas esensi kritik yang kita berikan adalah sebuah keharusan.

Kritik adalah  koreksi yang sangat bermanfaat bagi pemerintah untuk menguji kebijakanya apakah diterima publik atau ditolak. Sehingga, bagi penyelenggara pemerintahan  kritik tetap menjadi sangat penting untuk mengukur kadar sejauh mana kebijakan yang diambil, apakah sudah tepat atau masih butuh perbaikan.

Sebaliknya, hujatan atau ujaran kebencian (hate speech) adalah kegiatan komunikasi/komentar, tulisan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam bentuk hasutan, menggunakan rangkaian kata yang provokatif ataupun hinaan kepada individu atau kelompok tertentu.

Dalam arti hukum, Hate speech adalah perilaku atau ucapan, komentar (tertulis) yang dilarang karena dapat menimbulkan terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut.

Karena itu, umumnya, hate speech timbul karena adanya prasangka negatif atau rasa tidak suka dengan seseorang lantas kebencian disebarkan, tambah lagi dengan yang mengandung unsur SARA.

Dan ini berpotensi melahirkan kegaduhan dan kerisauhan bila seenaknya berucap dan berkomentar di media sosial.(*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama