Akankah Terus Main ‘Pencak Silat’ dengan Covid?

Oleh: Danny PH Siagian, SE., MM

(Pemerhati Sosial Masyarakat)

COVID-19 masih terus menyerang manusia sejak pertengahan Maret 2020 lalu. Bahkan virus ini sudah banyak menelan korban, baik di Indonesia, bahkan di dunia.

Hari ini 17 Februari 2021 tercatat, 33.367 jiwa yang meninggal dunia dari 1,22 juta kasus (2,7%), sedangkan yang sembuh sebenarnya jauh lebih besar yaitu 1,03 juta (84,4%). Namun, karena kematian yang disebabkan Covid-19 sangat menyeramkan, maka persepsi di masyarakatpun demikian mencekamnya.

Tahap-tahap awal diumumkannya wabah Covid-19 sebagai bencana Nasional oleh Pemerintah, semua dianjurkan WFH (Work From Home). Jalan-jalan dimanapun sepi. Tempat hiburan tutup,bahkan pasarpun sepi, hingga ke rumah ibadahpun dilarang. Semua itu dilakukan untuk menghindari Covid-19, karena takut tertular oleh virus yang tak terlihat itu. 

Perekonomianpun mulai terguncang, sehingga membuat sejumlah negara mulai melonggarkan kebijakan terkait mobilitas warganya, kendati virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19 masih terus mengancam. Kondisi ini pada akhirnya membawa pada konsep New Normal Life, yang secara bertahap mulai diimplementasikan.

Belum 3 (tiga) bulan berlangsung masa-masa WFH, Presiden Jokowi mengumumkan ‘New Normal Life’, alias hidup berdamai dengan Covid. Bagaimana mungkin sebenarnya hidup berdamai dengan Covid? Virus itu kan tidak terlihat mata telanjang. Hanya dengan mikroskop virus itu bisa terlihat. Itupun, harus dengan metode khusus.

Namun sejak diumumkannya New Normal Life, persepsi masyarakat seolah-olah bebas dari kungkungan WFH. Masyarakat bagai kuda liar menerjang kesana-kemari dalam aktivitasnya, setelah merasakan terkurung 3 (tiga) bulanan. Tentu, mengejar waktu yang terasa terbuang dalam mengais rezeki, mencari makan, dan lain sebagainya.  

Kendati Pemerintah menetapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga PSBB berjilid-jilid, dilanjutkan dengan penerapan Protokol Kesehatan (Prokes), banyak masyarakat seolah-olah yakin akan terhindar dari serangan Covid-19. Justru setelah lima bulanan, grafik korban yang terpapar Covid-19 makin meningkat. Bahkan hingga Januari 2021 (10 bulan), Indonesia menembus 1 jutaan kasus terpapar Covid-19. Artinya, secara rata-rata 100.000 kasus yang terpapar Covid-19.  

Masyarakat tidak sadar, bahwa sesungguhnya New Normal Life itu bukanlah mengatakan hidup normal seperti pola hidup sebelum ada Covid. Karena dalam prakteknya, kendati menjalankan PSBB dan prokes, tapi aktivtas mulai bergerak, dan lama kelamaan makin mengarah ke aktivitas full time. Buktinya, pasar-pasar makin ramai, jalanan makin macet, kantor-kantor mulai buka normal, dan lain sebagainya.

Padahal seharusnya, dengan New Normal tersebut, masyarakat dianjurkan bahkan dipaksa untuk bermain ‘Pencak Silat’ dengan virus Corona. Setidaknya, permainan pencak silat yang lebih tepat dalam hal ini adalah dengan cara, menghindar-menghindar dan menghindar lagi. 

Dan ketika Corona berhasil masuk ke tubuh manusia, baru mulai dilakukan perang dengan Corona. Baru bisa memukul Corona yang di tubuh, dengan meningkatkan imunitas tubuh, dan dengan obat serta perawatan medis lainnya. Melawan Corona sekuat mungkin, agar Corona kalah. 

Inilah permainan ‘Pencak Silat; yang sesungguhnya yang harus dilakukan masyarakat secara beramai-ramai. Karena, kendati dimaksudkan main ‘Pencak Silat’, namun dengan strategi ilmu menghindar, itu akan sangat banyak membantu mengurangi terpaparnya manusia. Sebab tidak mungkin dikombinasi dengan memukul dan menendang Corona yang tidak terlihat dengan mata kepala sendiri. Ibarat berhadapan dengan musuh yang tak terlihat (an invisible enemy). 

Ilmu menghindar yang dimaksud adalah termasuk menghindari kerumunan dimanapun; menghindari bersentuhan, bersalaman, berpelukan atau bergesekan dengan sesama rekan atau saudara yang tidak serumah; menghindari orang yang sedang sakit demam; menghindari kondisi yang padat aktivitas manusia seperti di angkutan transportasi umum, pasar tradisionil dan lain-lain; dan masih banyak lagi kondisi yang harus dihindari.  

Mengutip tulisan dari media penjasorkes.com/2020, Teknik Dasar Pencak Silat yang perlu dipahami pada umumnya terdiri dari beberapa jenis seperti teknik serangan, teknik hindaran dan sebagainya. Namun salah satu teknik dasar dalam pencak silat yang perlu dikuasai ialah teknik hindaran. Berbagai jenis hindaran dalam pencak silat ini membantu para pemain untuk menghindari serangan lawan. Dengan begitu atlet tidak akan terkena pukulan atau serangan dari manapun.

Setidaknya, ada 7 (tujuh) macam hindaran dalam pencak silat yaitu: Hindaran Hadap; Hindaran Runduk; Hindaran Langkah; Hindaran Condongan; Hindaran Angkat Kaki atau Lompat; Hindaran Kaki Silang; Hindaran Rebah. Tentu, semuanya itu memiliki teknik tersendiri, dan justru teknik hindaran inilah yang paling lama dipelajari.

Artinya, bagaimana penerapan teknik hindaran dalam kehidupan masyarakat, itu sangat tergantung terhadap masing-masing momen maupun peristiwa yang dihadapi. Apakah mereka dari kalangan tenaga medis, para ojol, pejabat, artis, sopir, dan macam-macam profesi lainnya, akan berbeda caranya. 

Akan Selamanya Main Pencak Silat

Hingga sekarang, hampir 12 bulan masyarakat dunia masih dihantui Covid-19. Grafiknya makin lama makin tinggi, kendati ada hari-hari yang datar dan menurun jumlahnya. Yang jadi pertanyaan, kapan berakhirnya ancaman ini?

Presiden Jokowi menyebut sudah saatnya, masyarakat dapat hidup berdamai dengan Covid-19. "Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (7/5/2020). 

Kini, vaksinasi sudah mulai berjalan. Tapi seberapa banyak yang sudah bisa divaksinasi? Hingga kapan vaksinasi masyarakat dapat terpenuhi secara merata? Tentu, Pemerintah akan berupaya secepat mungkin.

Dari pemberitaan CNN Indonesia dikatakan, Pemerintah Indonesia memborong sekitar 426 juta dosis vaksin virus corona (Covid-19) dari sejumlah perusahaan internasional. Pembelian vaksin dilakukan guna mewujudkan herd immunity atau kekebalan komunitas.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Indonesia perlu melakukan vaksinasi terhadap 181 juta orang demi mencapai herd immunity. Setiap orang diberikan dua dosis vaksin, sehingga 426 juta dosis yang dibeli.

"Dengan memperhitungkan satu orang dua dosis vaksin, dan memperhitungkan guide line dari WHO bahwa kita mempersiapkan 15 persen untuk cadangan, maka total vaksin yang dibutuhkan adalah sekitar 426 juta dosis vaksin," kata Budi dalam jumpa pers yang disiarkan akun Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (29/12).

Pertanyaan kemudian, sampai kapan 426 juta dosis vaksin itu tuntas disuntikkan? Ada yang memperkirakan, hingga tahun 2022, bahkan ada yang memperkirakan hingga 2024. 

Tapi, jika sudah seluruh masyarakat Indonesia memiliki kekebalan, apakah secara otomatis virus Corona ‘minggat’ dari Indonesia? Bagaimana cara mengusir virus yang tak terlihat mata itu? Yang ada sebenarnya, mempersempit ruang gerak dan ‘ruang serang’ virus Corona, karena semakin banyak masyarakat yang kebal atau imun. 

Tapi, apakah benar-benar bisa hilang dari alam Indonesia? Dan bagaimana dengan arus timbal balik antar daerah, antar wilayah, baik dari dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri, yang sama-sama berpeluang masing-masing membawa wabah Corona?

Sebab itu, nampaknya manusia akan terus main pencak silat dengan Corona. Namun, dengan imunitas atau kekebalan yang dimiliki, tentu rasa kekhawatiran tak se-mencekam sebelumnya. 

Apalagi sudah terlatih dengan gerakan menghindar, seperti selama ini, menggunakan masker, tetap jaga jarak, rajin mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan terus meningkatkan imun dengan berbagai vitamin, serta perawatan para medis dengan cepat, jika terserang Corona. Yang pasti, akan ada perubahan lebih baik dan signifikan, hingga perekonomianpun makin bergerak, dan masyarakat dapat aktivitasnya, kendati dengan habit baru pasca Covid-19. Salam Sehat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama