Oleh : W. Masykar
Sampai saat ini keberadaan pasar hewan di kabupaten Lamongan belum terpusat pada satu lokasi. Keberadaan pasar hewan masih menyebar di sejumlah titik. Seperti di kecamatan Babat, kecamatan Tikung, di kecamatan Solokuro (merupakan pasar hewan yang baru dibuka). Bahkan Pasar Hewan Tikung eksistensinya sudah mulai tergeser oleh kehadiran Taman Tematik POL, jika tidak ada upaya maksimal, pelan pelan akan lenyap.
Sementara, di kawasan pantura (pesisir) sama sekali tidak ada. Akibatnya para peternak, penjual atau pembeli hewan ternak hanya bisa mengakses ke pasar hewan Panceng kabupaten Gresik dan ke pasar hewan kabupaten Tuban. Ini berjalan sejak dulu jauh sebelum pasar hewan di Solokuro dibuka. Oleh karena akses pasar hewan dianggap terlalu jauh, kerap transaksi antara pembeli dan penjual di sebarang tempat sehingga dipastikan tanpa dilakukan pengecekan kesehatan hewan ternak yang akan dijual atau dibeli.
Bisa jadi karena kebutuhan inilah, sehingga dianggap perlu tersedianya fasilitas pasar hewan yang representatif. Apalagi umumnya transaksi jual beli berlangsung secara tradisional dimana margin tata niaga belum terdistribusikan secara proporsional, sehingga pelaku usaha/peternak mendapatkan margin tata niaga yang paling rendah dan bahkan dirugikan.
Dalam upaya meningkatkan akses pasar serta mengefisienkan sistem pemasaran ternak, maka diperlukan pengelolaan pasar secara optimal baik dalam hal pengelolaan sarana pemasaran maupun penguatan kelembagaan petani sehingga Pasar Hewan benar-benar memberikan manfaat dan keuntungan yang optimal bagi para pelaku pemasaran serta bagi konsumen, sesuai dengan yang diharapkan.
Harapan ini, yang kemudian memotivasi kades desa Sendangharjo kecamatan Brondong, Abdul Kirom melahirkan gagasan dengan membuka pasar hewan di wilayahnya.
"Ya, alhamdulillah sejak lebih dari setahun kami buka pasar hewan respon pelaku pasar dan petani sangat baik, " ujar Kirom.
Kades desa Sendangharjo kecamatan Brondong, Abdul Kirom |
Karena pasar sebagai mekanisme menata kepentingan pembeli dengan penjual sehingga jangan hanya dipahami sebagai cara pembeli dan penjual bertemu dan kemudian berpisah, tetapi lebih dari itu harus dimaknai sebagai tatanan atas berbagai bagian, yaitu para pelaku seperti pembeli dan penjual, komoditas yang diperjualbelikan, aturan main yang tertulis maupun tidak tertulis yang disepakati oleh para pelakunya, serta regulasi pemerintah yang saling terkait, berinteraksi, dan secara serentak bergerak bagaikan suatu mesin.
Desa Sendangharjo yang merupakan mayoritas warganya sebagai petani dan peternak menjadi daya dorong kehadiran pasar hewan ini. Apalagi didukung dengan melimpahnya jumlah pakan.
"Karena mayoritas Petani dan Peternak, sumber pakan ternak juga sangat melimpah di Sendangharjo ini," ungkap Kades dua periode itu.
Menurut Abdul Kirom, pihaknya sering mendapatkan keluhan dari warganya yang merasa terlalu jauh kalau akan menjual atau membeli hewan ternak. Kalau tidak ke Tuban, ya ke Gresik. Padahal setiap tahun bisa dipastikan ada sedikitnya 500 ekor hewan ternak yang berasal dari desa Sendangharjo didistribusikan mulai Surabaya, Bandung dan Jakarta. Apalagi saat menjelang Hari Raya Idul Adha atau momen2 tertentu lainnya. Dipastikan distribusi hewan ternak sangat banyak jumlahnya.
Meski demikian, Pasar hewan desa Sendangharjo Brondong ini, butuh sentuhan dukungan dan perhatian dari pemkab Lamongan sehingga kedepan pasar hewan ternak yang memiliki prospek bagus ini, bisa menjadi pasar hewan yang benar benar representatif di kabupaten Lamongan sekaligus mampu mendongkrak perekonomian warga pantura, khususnya para petani dan peternak. (**)