Danang Suryo Wibowo SH LLM, Kajari Surabaya Berupaya Menyeimbangkan Penegakan Hukum Dan Nilai-nilai Keadilan Di Masyarakat

Danang Suryo Wibowo SH LLM, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya menyelesaikan perkara kasus pencurian HP oleh Aan Puji Utomo melalui restorative justice. 

Catatan: Aris Kuncoro

PENEGAKAN hukum tidak harus kaku. Tapi perlu juga mengakomodir nilai-nilai keadilan di masyarakat dan juga nilai-nilai kemanusiaan. 

Hal inilah yang  dilakukan oleh Danang Suryo Wibowo SH LLM, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya.

Yang terbaru adalah kasus yang menimpa Aan Puji Utomo. Danang yang dilantik sebagai Kajari Surabaya pada 9 Maret 2022 itu, berhasil menyelesaikan perkara kasus pencurian HP oleh Aan Puji Utomo melalui restorative justice. 

“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif  ini telah disetujui oleh Jampidum RI pada 7 Maret 2021,” kata Kajari Surabaya, Danang Suryo Wibowo, Kamis (10/2).

Dijelaskan Danang, tindak pidana pencurian handphone yang dilakukan Aan Puji Utomo ini telah menyebabkan kerugian materiil bagi teman dekatnya, Rifatul Munawar.

“Terdakwa yang sebelum kejadian (pencurian) itu baru saja diberhentikan majikannya karena dagangan siomay sedang sepi, terpaksa mencuri handphone tersebut karena untuk membantu pengobatan orang tuanya, yakni ibunya yang sedang sakit di Kediri,” jelasnya.

Sementara, barang curian berupa Handphone menurut Kajari sudah dikembalikan kepada korban.

Danang Suryo Wibowo menyampaikan, bahwa upaya mediasi telah dilakukan pada 21 Februari yang lalu oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Neldy Denny.

oleh

Dalam kesempatan membebaskan terdakwa dari dakwaan, Kajari Surabaya berpesan kepada terdakwa untuk tidak mengulangi kembali perbuatannya, karena telah merugikan orang lain.

Kajari juga mengembalikan barang bukti handphone yang telah dicuri kepada korban dan menyampaikan apresiasi karena telah berbesar hati memaafkan perbuatan pelaku.

Sebelumnya terdakwa disangkakan pasal 362 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun.

Terkait dengan program restorative justice itu, diketahui, Kejagung telah menyetujui 12 dari 14 permohonan penghentian penuntutan kasus secara keadilan restoratif (restorative justice).

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menguraikan,  beberapa pertimbangan penghentian penuntutan tersebut diantaranya; para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.

Bagi Danang Suryo Wibowo, perkara hukum yang juga melibatkan rasa dan nilai kemanusiaan ini pernah dihadapinya pula saat dirinya menjabat sebagai Kepala Kejari Kab.Sanggau. Jauh sebelum Kejagung menerapkan restorative justice.

Yakni pada tahun 2017 lalu, terkait perkara Fidelis Ari Suderwato alias Nduk, yang terlibat dengan kepemilikan 39 batang ganja.

Masalahnya, ganja tersebut ternyata dipakai untuk proses pengobatan sang istri tercinta, Yeni Riawati, yang diketahui menderita penyakit langka: Syringomyelia.

Untuk  pengobatan itu, Fidelis melakukan ekstrasi ganja sendiri. Mulai dengan mencampuri ke dalam makanan, minuman, sampai dengan menjadikannya minyak oles pada luka.

Fidelis kemudian melihat perkembangan signifikan itsri tercintanya usai memberi ekstak ganja itu. Dari yang sulit makan, perlahan mulai lahap. Dari yang mulai sukar bicara, perlahan mulai lancar bicara.

Namun, kemajuan pesat kesehatan istrinya itu tak berlangsung lama. Fidelis ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional (BNN). Sangkaannya kepemilikan ganja yang sudah diatur dalam UU Narkotika.

Terdakwa Fidelis pun kemudian didakwa melanggar Pasal 111 ayat 1 UU Narkotika.

Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika itu ancaman hukumannya paling singkat 4 tahun.

Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika itu  berbunyi : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”

Di sinilah hati nurani seorang Danang Suryo Wibowo, yang saat itu menjabat sebagai Kajari Sanggau diuji. Apakah akan menuntut hukuman maksimal terhadap Fidelis ataukah akan mempertimbangkan juga rasa atau nilai kemanusiaan di balik pelanggaran hukum tersebut?

Ternyata, atas arahan Danang, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa Fidelus lima bulan penjara dan denda Rp 800 juta subsider satu bulan kurungan.

Menarik, alasan Danang ketika ditanya tuntutan hukum yang "relatif ringan" untuk perkara narkoba tersebut 

"Sebagai aparat hukum kami berupaya menyeimbangkan antara penegakan hukum dengan menampung aspirasi dan nilai-nilai keadilan di masyarakat. Dari tuntutan kami ini masyarakat bisa menilai bahwa kami juga mencoba untuk mengakomodir nilai-nilai keadilan yang ada di dalam perkara ini," ujar Danang.

Dia mengatakan, apa yang dilakukan terdakwa secara hukum memang salah.

"Itu yang harus dipahami dulu oleh masyarakat. Jadi ini bukan sebagai bentuk pembenaran atau pemaaf tapi harus dipahami bahwa konteks dakwaan Fidelis ini salah," jelas dia.

Danang menambahkan, beberapa hal yang meringankan terdakwa dalam kasus ini. Salah satunya adalah berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dalam proses persidangan terungkap, apa yang dilakukan terdakwa ini niatnya adalah untuk pengobatan istrinya.

"Terdakwa tidak terbukti melakukan penyalahgunaan, misalnya untuk diperjual belikan dengan maksud mencari keuntungan," ujar dia.

Selain itu, jaksa juga mempertimbangkan pengorbanan dan rasa cinta yang begitu besar yang dimiliki Fidelis kepada sang istri.

"Pertimbangan kami juga adalah rasa cinta terdakwa yang tidak pernah putus kepada sang istri untuk menyembuhkan istrinya," ujar Danang.

"Jadi kami sangat memahami berbagai kondisi yang ada dan faktanya juga akhirnya istri terdakwa meninggal," kata Danang.

Danang juga mengungkapkan, tuntutan terhadap terdakwa itu juga sudah sesuai dengan petunjuk Kejaksaan Agung. Apalagi Kasus ini menjadi atensi pimpinan di Kejaksaan Agung.

Untuk diketahui, Fidelis Arie Sudewarto ini akhirnya dihukum 8 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Sanggau pada 2017 silam karena dinilai melanggar UU Narkotika yaitu menanam pohon ganja. 


Kurang lebih 2 tahun 6 bulan Danang 


Kabid Pemulihan Aset Nasional, pada pusat Pemulihan Aset Jambin Kejaksaan Agung Republik Indonesia 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama