Foto: Cuplikan Isi Akta Notaris PT SCC
JAKARTA,
wartamerdeka.info
Dalam
kasus dugaan pemalsuan Akta baru Perusahaan PT Sumber Sentosa Cemerlang (PT
SSC), yang dibuat oleh Notaris Dr. Diana Napitupulu, SH., MH., M.Si., M.Kn,
karena seluruh mekanisme dan prosedur Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun perubahan
presentase jumlah saham dari para pemegang saham, tidak ada kaitannya dengan
Notaris.
Notaris
dalam hal tersebut hanya mengadministrasikan apa yang diungkapkan penghadap
(pihak yang mengajukan perubahan Akta-Red), dalam hal ini David Israel
Supardi (DIS), sebagai salah satu
pemegang saham PT SSC, yang datang kepada Notaris Diana Napitupulu, berikut
fakta-fakta pendukung lain pada umumnya, sebagaimana dipersyaratkan dalam Akte
Perusahaan sebelumnya.
Soal
bagaimana Rapat Umum Pemegang Saham dilaksanakan, bagaimana cara mengundang,
berapa yang hadir, apa notulen rapat, seberapa besar perpindahan saham antara
siapa kepada siapa, jenis Rapatnya seperti apa, dan lain-lain, itu urusannya
dan yang bertanggungjawab adalah penghadap yang juga pemilik saham yang
terlibat langsung dalam menentukan rapat tersebut.
Dengan
demikian, Notaris Diana Napitpulu tidak ada kaitannya dengan substansi isi akta
yang diajukan penghadap yang akan membuat akta. Karena itu semua adalah tanggungjawab
penghadap yang mengajukan pembuatan akta, karena sumbernya dari penghadap, dan
Notaris membuat secara administratif, kendati memang ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi.
Namun
bila ada satu atau dua syarat yang belum terpenuhi atau mungkin disusulkan,
maka bukan berarti aktanya jai palsu, dan Notaris jadi dtituduh memalsukan
akta. Karena memalsukan akta, berarti membuat yang tidak ada menjadi ada, atau
mengada-adakan akta padahal sama sekali tidak ada dasarnya atau fiktif.
Selain
itu, dalam Undang-undang Perseroan Terbatas mengisyaratkan adanya RUPS, menjadi
domain dari para Direksi pemegang saham. Soal bagaimana mereka melaksanakan
RUPS, itu tidak ada kaitannya dengan Notaris, dan Notaris hanya menerima Berita
Acara RUPS untuk di-administrasikan.
Setidaknya,
itulah beberapa intisari penjelasan Saksi Ahli, Dr. Hendri Jayadi, S.H., M.H,
pada persidangan tanggal 30 Juni 2022 pukul 14.30 – 15.12 WIB, di Pengadilan
Negeri Jakarta Utara, dalam dugaan kasus perubahan jumlah saham yang
menimbulkan sengketa diantars para pemegang saham PT SCC, yang menyeret Notaris
Diana Napitupulu dengan dugaan pemalsuan akta yang dia buat.
Berikut
ini, cuplikan-cuplikan sebagian penjelasan Saksi Ahli, Dr. Hendri Jayadi, S.H.,
M.H dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan Hakim dan para Jaksa Penuntut Umum
(JPU), sebagaimana dikutip dari Berita Acara Persidangan (pada bagian-bagian
yang berkaitan langsung dengan judul-Red).
Hakim
: Bagaimana prosedural kalau mau ada pergantian pengurus dan harus ada RUPS?
Ahli
: Jadi, didalam Perseroan Terbatas itu, berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, bahwa pengurus perseroan itu ada 2, yaitu Komisaris
dan Direksi. Lalu kemudian, organ Perseroan itu dibagi menjadi 3, yaitu Rapat
Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Dan dalam melakukan corporate action-nya,
dalam pendirian PT, maka kalau dikaitkan dengan peran dan fungsi Notaris, maka
akta pendirian perusahaan Perseroan Terbatas itu wajib hukumnya harus berbentuk
akta notaris dan memperoleh status badan hukum ketika akta notaris ini
didaftarkan ke Ditjen AHU dalam hal ini Direktorat Administrasi Hukum Umum
Kementerian Hukum dan HAM. Lalu kemudian setelah memperoleh status badan hukum,
dan itu wajib bentuknya akta notaris. Itu yang pertama. Yang kedua, Notaris
juga bisa berperan di dalam Perseroan Terbatas adalah ketika adanya Rapat Umum
Pemegang Saham. Setiap acara Rapat Umum Pemegang Saham, maka dituangkan dalam
bentuk Akta Notaris. Akta Notaris itu bisa dalam bentuk Berita Acara Rapat atau
Pernyataan Keputusan Rapat. Seperti itu Yang Mulia.
Hakim
: Kalau untuk adanya RUPS, persyaratannya?
Ahli
: Sebelum saya bahas persyaratannya, di dalam PT itu ada 2, ada Rapat Umum
Pemegang Saham Tahunan, ada Rapat Umum Pemegang Saham Lainnya. Nah,
mekanismenya ini memang sama, yaitu dengan cara: yang pertama, misalnya ada
pemanggilan dulu, undangan kepada para pemegang saham, kemudian diadakan Rapat
Umum Pemegang Saham dengan para pihak hadir, maka berlaku korum. Akan tetapi,
UU PT juga mengatur di Pasal 91 kalau tidak salah, ada juga Rapat Umum Pemegang
Saham, baik tahunan maupun luar biasa atau lainnya tadi, dilakukan dengan cara
circular resolution, artinya dia hanya dalam bentuk sirkuler saja, tanda tangan
keliling pemegang saham, tanpa harus hadir para pemegang saham itu, tetapi
syaratnya memang harus 100% pemegang saham setuju tentang mata atau agenda
rapat itu. Kalau untuk circular resolution tidak diwajibkan untuk ada undangan.
Kalau pemberitahuan IA.
Hakim
: Kalau misalnya, tidak ada undangan, tidak ada pemberitahuan?
Ahli
: Kalau tidak ada pemberitahuan, tidak ada undangan, berarti tidak ada RUPS.
Hakim
: Tapi kalau ternyata ada aktanya?
Ahli
: Tidak ada RUPS, tapi ada aktanya? Mesti diuji yang Mulia. Karena kenapa?
Dimungkinkan saja Yang Mulia, RUPS itu tidak harus hadir.
Hakim
: Tapi pemberitahuan itu ya?
Ahli
: Betul. Karena biasanya, undangan RUPS itu, kalau saya kaitkan dengan fungsi
dan peranan dari organ perseroan dan Notaris, itu agak berbeda, Yang Mulia.
Yang mengundang itu adalah kewajiban Direksi. Direksi yang punya kewenangan
berdasarkan undang-undang untuk mengundang. Namun, dalam hal-hal tertentu, bisa
saja Komisaris yang mengundang, kalau Direksinya nggak mau. Atau, 1/10 yang
mewakili saham itu mengundang. Nah, Notaris disana hanya menjalankan fungsi
administratif, jadi tidak ada inisiatif untuk mengundang RUPS, tapi inisiatif
dari pengurus perseroan.
Hakim
: Tapi kalau persyaratan ini tidak dipenuhi, bisa nggak diaktekan?
Ahli
: Kalau persyaratan ini tidak dipenuhi, namun de facto ada dua yang terjadi
Yang Mulia. Yang pertama, tidak mungkin ada RUPS, tanpa inisiatif dari para
pengurus perseroan, tetapi di tengah perjalanan misalnya ada Pengurus Perseroan
yang kemudian mengadakan Rapat Umum pemegang Saham, dengan mengundang Notaris,
tetapi misalnya (ini contoh ya Yang Mulia), seandainya. Kadang Akta Notaris
itu, di dalam praktek itu ada 2 (dua).
Yang
pertama, ada datang menghadap kepada saya, artinya Notaris di wilayah PT boleh
mengaktakan Rapat Umum Pemegang Saham itu (PARA PIHAK). Kalau bentuk RUPSnya,
aktanya seperti itu, maka pertanggung-jawaban penuh ada pada Penghadap, artinya
Notaris hanya menjalankan fungsi administratif atau syarat formil saja,
misalnya contoh, ada seorang Direksi menggunakan jasa Notaris. Saya mau RUPS.
Baik, RUPS. Syarat-syaratnya apa saja? Ini ini ini ... Misalnya ada undangan.
Ok. Undangan saya urus dan sebagai-sebagainya. Ya sudah, nanti dilampirkan atau
disusulkan. Lalu, Notaris itu membuat akta itu. Hal itu dimungkinkan saja, Yang
Mulia, tetapi pertanggung-jawaban itu ada pada Penghadap.
Yang
kedua, akta dalam bentuk dibuat oleh dan di hadapan saya, ada, kalimat itu,
maka keluarlah namanya Berita Acara Rapat, karena Notaris hadir dan ada pada
saat RUPS itu. Nah, kalau itu sudah dipastikan bahwa Notaris bersama-sama
dengan para pemegang saham lain duduk bersama dengan Rapat Umum Pemegang Saham.
Izin Yang Mulia. Yang mengadakan RUPS itu, UU mengatakan yang mengundang harus
Direksi. Wajib Direksi. Tetapi dalam hal-hal tertentu, boleh Komisaris, tetapi
ketika dua organ ini tidak jalan, maka 1/10 yang mewakili saham, boleh mengusulkan
kepada Direksi untuk diadakan Rapat Umum Pemegang Saham. Bukan mengundang,
tetapi mengusulkan. Tetapi, kalau ini tidak jalan juga, maka dapat diajukan
RUPS melalui Penetapan Pengadilan. Kalau RUPS diadakan hanya oleh Pemegang
Saham Mayoritas, itu boleh saja Yang Mulia. Harus memberitahu Pemegang Saham
Yang Lain. Memberitahukan harus.
Hakim
: Bentuk pemberitahuannya?
Ahli
: Bisa, kalau dalam UU PT dapat melalui surat elektronik (ADA), dapat melalui
surat biasa (ADA), atau melalui media massa. Hakim : Yang jelas, ada bentuk
pemberitahuannya, ya?
Ahli
: Betul Pak
James
: Dalam RUPS Sirkuler atau rapat internal yang sudah paripurna, sudah clear,
namun dalam kenyataannya ada keterangan yang tidak sesuai. Sejauh mana tanggung
jawab dari Notaris?
Ahli
: Jadi, memang, Akta Notaris dalam praktek itu memang ada 2 yang terjadi.
Artinya, ada saja kemungkinan, bahwa, karena gini, setelah Notaris itu membuat
akta, maka akta itu secara hukum, secara formil, kemudian didaftarkan ke
Kemenkumham. Lalu Kemenkumham mengeluarkan, kalau dia perubahan dari Pasal 1
sampai Pasal 5 UUPT, kayak perubahan nama PT, maksud dan tujuan, jangka waktu
dan sebagainya, harus bentuknya persetujuan Menteri. Tetapi kalau di luar itu,
cukup dengan pelaporan Menteri saja. Nah, saya tegaskan bahwa jika ada satu
akta Notaris, maka akta itu kemudian dibuat, sudah didaftarkan ke Kemenkumham,
tapi ternyata, ada fraud atau ada hal yang tidak benar, misalnya. Saya sebagai
ahli menganggap bahwa itu adalah persoalan administratif, artinya Notaris itu bisa
dia batalkan akta notarisnya itu, sehingga dikembalikan ke akta yang pertama.
Itu dimungkinkan. Karena dalam praktek bisa saja.
Karena
sekali lagi saya tegaskan, bahwa Notaris tidak bertanggung jawab terhadap
materil isi akta. Kalau ini dia bertanggung jawab, maka akan bahaya, karena AHU
pun pasti kena. Karena AHU yang akan melegitimasi perbuatan hukum Notaris.
Makanya, saya katakan bahwa Notaris tidak bertanggung jawab terhadap hal-hal
materiil. Kalau ada hal yang tidak benar, maka Notaris tersebut bisa melakukan
koreksi terhadap akta itu atau membatalkan, baik dalam bentuk gugatan perdata
atau dia buat akta pembatalan. Karena itu dimungkinkan. Karena nggak semua
orang, Pengusaha, itu baik. Ada juga yang memanfaatkan. Karena beberapa kali,
saya sering jadi ahli seperti itu. Ada juga fakta, kemudian akta itu tidak
benar lah, artinya. Maka Notaris ambil sikap.
Pak
James : Tadi saksi ahli menerangkan, ketika ada sesuatu hal yang salah dalam
akta yang diterbitkan Notaris, kalau tadi dikaitkan jadi tindak pidana,
seolah-olah, pertanggungjawaban menjadi panjang, Ahli melibatkan AHU juga.
Seperti itu.
Ahli : Makanya, saya katakan bahwa, Notaris tidak bertanggung jawab terhadap isi materiil, karena kalau saya bertanggung jawab, materiil itu banyak. Di perdata saja, bisa jadi yang namanya dwang, dwaling, bedrog. Bedrog itu kan tipu muslihat. Nah, bisa dimungkinkan dalam perjanjian, adanya itu. Makanya, dibatasi bahwa, Notaris hanya bertanggung jawab terhadap hal formil yang ada, hanya mencatatkan apa yang diminta oleh pihak. DANS