Miris, Rakyatnya Banyak Yang Miskin, Gubernur Papua Malah Hamburkan Dana Ratusan Milyar Di Meja Judi

Gubernur Papua Lukas Enembe saat main judi di luar negeri

Oleh: Andy Fefta Wijaya 

(Ahli Kebijakan Publik & Ketua FORDEKIIS - Forum Dekan Ilmu-ilmu Sosial PTN se Indonesia)

KEBIJAKAN publik disamping sarat kepentingan publik namun dapat juga terseret kepentingan pribadi. Apalagi jika hal tersebut melibatkan kebijakan alokasi dan distrbusi anggaran yg cukup besar dananya didaerah. Kecurigaan publik terhadap adanya penyalahgunaan dana masyarakat cukup wajar, terutama melibatkan besaran ysng. fantastis.

Hal inilah yang dianggap perlunya melakukan pengusutan terhadap Gubernur Papua terkait dana Rp 560 Milyar ysng diduga dihabiskan dimeja judi di luar negeri. 

Walapun di awal kasus ini harus tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah, apabila nanti dalam perjalanannya memang ditemukan bukti-bukti valid bahwa judi yang dilakukan tersebut menggunakan uang negara atau uang dari sumber lainnya yang didapatkan secara tidak sah seperti hasil korupsi dll maka ysng bersangkutan harus ditindak.

Apalagi korupsi merupakan extra ordinary crime yang dapat merugikan rakyat banyak. 

Dana setengah triliun lebih itu sangat besar, dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan masyarakat miskin dan termarginalkan. 

Berdasarkan data BPS, Angka kemiskinan di Papua tertinggi di Indonesia. Per Maret 2022 adalah sebesar 26,56 %. Adapun besaran dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) untuk menganggulangi kemiskinan di Papua dari Kementrian Keuangan pada tahun 2021 adalah sebesar Rp 414,54 Milyar. 

Jika dibandingkan dengan sangkaan dana yang dihabiskan di meja judi tersebut yaitu Rp 560 Miliyar maka jelas ini fenomena yabg kontroversial. 

Kalau memang info tersebut benar maka hal ini sangat tragis, seorang kepala daerah menghabiskan dana dibmeja judi yang besarnya melebihi dana TKDD yang diberikan ke daerahnya. 

Walaupun misal di kemudian hari dapat dibuktikan dana tersebut merupakan dana pribadi, namun tetap saja aspek integritas dan etika publik sebagai seorang pemimpin daerah dipertanyakan. Salah satu sisi, uang dihambur-hamburkan untuk berjudi, di sisi lain seperempat persen lebih penduduk di daerahnya hidup dalam kemiskinan.

Kepala Daerah sudah seharusnya tidak kehilangan sense of crisis and belonging kepada masyarakat di daerahnya. Empati terhadap masalah kemiskinan yang terjadi di daerahnya seharusnya membuka hati nurani para pemimpin daerah untuk berperilaku yang santun dan peka terhadap derita rakyatnya. Revolusi mental yang didengung-dengungkan oleh Presiden RI akan menjadi kenangan yang tersimpan manis di figura. Karena pada akhirnya belum memberikan tauladan kepemimpinan yang diperlukan sebagaimana Ki Hajar Dewantoro menyebutkan Ing Ngarso Sung Tulodo. (*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama