Oleh: Drs. Sjahrir Tamsi, M.Pd.
Pembiasaan yang kuat tidak tergoyahkan oleh situasi dan kondisi seperti apapun itu, dan akan menjadi identitas yang diapresiasi dan pengakuan dari orang lain.
Kekuatan pada dasarnya berarti kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk melakukan apa yang kita inginkan. Dalam pencapaian ini, dapat dilakukan dengan hard power atau soft power. Hard power lebih bersifat memaksa dan keras, contohnya dengan menggunakan kekuatan militer.
Jauh berbeda dengan soft power. Soft power bukan berarti tanpa kekuatan, namun soft power menggunakan pendekatan yang berbeda. Soft power lebih ditujukan pada pengubahan cara pandang, ideologi, perilaku dan sebagainya. Contoh soft power adalah ketika kita, sebagai orang Indonesia, lebih menyukai produk buatan luar negeri, misalnya buatan negara maju, seperti negara USA, Korea, Jepang dan sebagainya (hanya contoh). Dengan perilaku konsumen kita, dengan tanpa disadari kita sudah mengakui superioritas negara tersebut.
Dalam lingkup yang lebih besar, USA Korea, dan Jepang pun akan mempengaruhi negara-negara lain dengan kekuatannya di bidang produksi. Ini terlihat jelas negara Korea dengan telepon seluler (PONSEL).
Jepang, dengan merambahnya tokoh-tokoh kartun seperti Hello Kitty dan Pokemon yang sempat merambah dan sangat digemari anak-anak di Indonesia dan sejumlah negara lainnya. Dengan cara ini, Jepang tidak perlu repot-repot dan mengeluarkan biaya tinggi untuk kekuatan militernya, malah bisa meraup untung besar dari kekuatan produksinya.
Terinpirasi dari tulisan Professor Pitoyo Peter Hartoyo, "Tim Jepang Menang dalam Kekalahan" Kita lihat misalnya yang ditunjukkan para pemain/atlet sepak bola Jepang diajang Piala Dunia 2022, walaupun timnya kalah dan tak masuk lagi di babak berikutnya, namun mereka mampu menunjukkan sifat/sikap mulia tanpa sorotan media, seperti, mengucapkan terima kasih kepada para pendukungnya, dan kepada Panitia Penyelenggara, menaruh hormat kepada lawan yang mengalahkannya, kepada tuan rumah di dalam lapangan saat sepi dengan melakukan pembersihan dan memungut sampah yang ada di sekitar tempat duduknya bahkan disekitar tempat duduk orang lain dalam stadion tempat berlaga Piala Dunia 2022 ini.
Nah, poin yang ingin disampaikan di sini adalah.. Saat ini penggunaan hard power sudah tidak seefektif dulu, sekarang negara-negara maju sudah mulai menggunakan soft power. Sekarang apa yang akan kita gunakan, hard power (yang sudah mulai ditinggalkan) atau soft power (dengan pemikiran yang lebih maju)?
Kita masih sering sedih melihat orang-orang yang tawuran, merusak fasilitas-fasilitas umum ketika aspirasinya belum tersampaikan. Kok masih ya berfikir sejadul itu? Kan sekarang sudah banyak media yang bisa menyampaikan aspirasi kita. Lihat lah lebih jauh, dengan tindak kekerasan hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Misalnya, tawuran di jalan-jalan raya, selain menguras tenaga yang tidak sedikit, juga melumpuhkan aktivitas orang lain.
Mari tunjukan sifat-sifat dari pribadi yang maju dalam menyampaikan aspirasi dengan menggunakan sarana dan fasilitas yang sudah disediakan.
Di setiap tingkatan satuan pendidikan misalnya, bisa kita lakukan dengan menerapkan kebiasaan 5 S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan Santun).
Demikian juga dengan pembiasaan pungut dan ambil sampah yang ada di sekitar kita misalnya di tempat kerja, di sekolah dan di tempat umum lainnya. Pembiasaan untuk membersihkan dan merapikan ruangan dan alat sebelum pulang dari tempat kerja, laboratorium, tempat dilangsungkannya pembelajaran/praktik di setiap tingkatan satuan pendidikan, dan atau di kantor agar esok harinya kita langsung siap untuk bekerja melaksanakan tugas rutin, melangsungkan PBM/Praktik di sekolah. (*)
Tulisan yg sangat memberi insfirasi. Kita akan memulai kebiasaan baik yg akan ditiru oleh anak atau siswa kita, tanpa memberi perintah. Contoh kecil sampah, kita sebagai pendidik bersama2 selalu membuang sampah ditempatx. Lama2 negara kita juga akan bebas dari sampah.
BalasHapus