Oleh : Drs. Sjahrir Tamsi, M.Pd.
(Kepala SMK Negeri 1 Tapalang Barat)
Peran SMK, antara lain melakukan penyusunan Kurikulum yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) atau standar Internasional.
Upaya ini sejatinya melibatkan Kadin/Kadinda dan Asosiasi Industri. Sebagai contoh “Di Austria, Swiss, dan Jerman, sebagai negara yang industrinya cukup maju, mereka menerapkan waktu belajar di SMK selama empat tahun dan usia 16 tahun sudah magang. Bahkan, Kadin dan industri di sana yang menyiapkan Kurikulumnya”.
Karena itu, SMK perlu menyediakan kebutuhan standar sarana dan prasarana praktikum seperti workshop dan laboratorium, serta pemenuhan kebutuhan guru Program Keahlian Kejuruan.
Untuk guru tersebut, SMK dapat memanfaatkan karyawan purna bakti atau silver expert dari industri. Mereka akan mendapat pelatihan bidang pedagogik.
Sedangkan peran Industri, di antaranya adalah memberikan masukan untuk penyelarasan Kurikulum di SMK, memfasilitasi Praktik Kerja Lapangan (PKL) bagi peserta didik SMK dan magang bagi guru sesuai dengan program keahliannya, menyediakan instruktur sebagai pembimbing Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan Magang, serta mengeluarkan Sertifikat bagi peserta didik SMK dan guru yang magang.
Untuk meningkatkan keterlibatan perusahaan, industri dan memastikan keberlanjutan program link and match dengan SMK, maka sangat urgen untuk menyusun skema insentif bagi industri dan perusahaan yang terlibat.
Sebagaimana telah diatur dalam Permenperin RI nomor 3/2017.
Peluncuran link and match
Sebagai bentuk implementasi dari Permenperin No.3/2017, Kemenperin RI telah menunjuk sejumlah Industri untuk melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap SMK di wilayah sekitar lokasi perusahaannya, yang dikemas dalam program link and match.
Peluncuran program link and match antara SMK dengan industri tersebut telah dilakukan Pemerintah beberapa tahun lalu dengan melibatkan sebanyak 50 perusahaan dan 261 SMK. Dengan asumsi, setiap SMK akan melibatkan 200 orang peserta didik, maka jumlah yang siap diserap oleh sektor industri sebanyak 52.200 orang peserta didik.
Di samping itu, jumlah tersebut juga bertambah melalui program Diklat 3 in 1, yaitu ; Program pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja) yang diinisiasi oleh Kemenperin RI dengan melibatkan sebanyak 4.500 peserta. Secara kumulatif, diprediksi akan tercipta sebanyak 600.000 calon tenaga kerja yang dapat memenuhi kebutuhan industri. Langkah ini merupakan bagian dari program nasional yang diharapkan secara masif dapat merevitalisasi kondisi SMK yang ada saat ini.
Sekolah Menengah Kejuruan mengalami kekurangan guru kejuruan yang kini hanya berkisar 22 persen dari jumlah guru yang ada. Padahal, keberadaan guru tersebut sangat penting dalam penguatan keterampilan peserta didik. Dengan konsep pendidikan kejuruan yang menekankan pada penguasaan kemampuan kerja di industri, maka pola pembelajaran harus menjadi 70 persen praktik dan 30 persen teori sesuai dengan kebutuhan sumber daya manusia untuk sektor industri.
Program tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi era industri 4.0. Diharapkan program ini akan memperbaiki keterampilan tenaga kerja di Indonesia sehingga mereka punya daya saing lebih dan unggul.
Khusus untuk program penguatan SDM industri melalui pendidikan vokasi, sejumlah proyek percontohan yang berbentuk kerja sama SMK dengan industri sudah dilaksanakan beberapa tahunlalu. Sebagai contoh, kerja sama antara PT Petrokimia Gresik dengan 7 SMK di Jawa Timur, PT Astra Honda Motor dengan 9 SMK di Banten dan Sulawesi Selatan, dan PT Polytana Propindo dengan 4 SMK di Indramayu dan Cirebon, Jawa Barat.
Perusahaan yang mengikuti program ini bisa diuntungkan karena punya pasokan tenaga kerja yang kontinyu. Sedangkan, peserta pemagangan memperoleh keuntungan berupa upah dan biaya transportasi. Tidak hanya itu, diproyeksikan pada tahun keempat, peserta didik pemagangan sudah bisa memberikan return ke perusahaan dalam proses produksi.
Diharapkan, satu industri minimal dapat menggandeng lima SMK. Diharapkan pula para pelaku Industri bisa bangun Politeknik.
Selanjutnya SMK juga perlu didorong untuk eksis merespon peluang menjadi SMK yang berbasis konsentrasi pada produk unggulan dan kelas unggulan seperti SMK Kopi yang ada di Tanjungsari Jawa Barat, SMK Kelapa Sawit di Sumatera, dan SMK Kakao di Provinsi Sulawesi Barat, (kelas kakao, dan kelas cokelat).
Bahkan setiap Provinsi di Indonesia didorong untuk segera akselerasi dalam membentuk Tim Vokasi dengan melibatkan Kadin/Kadinda, Dinas Koperindag, dan Dinas Tenaga Kerja dalam rangka memfasilitasi SMK dalam membangun kualitas dan kuantitas kerja sama dengan Industri yang relevan dan representatif. SMK yang satu dengan lainnya juga perlu kolaborasi dan sharing pengalaman, atau Studi Tiru Ke SMK yang sudah punya pengalaman tentang implementasi pembelajaran/praktik berbasis Industri. (***)