Surat Edaran Pemkab Lamongan, Legalisasi Tanpa Dasar (2)

Oleh : W. Masykar

Nah, misalnya diduga ada lembaga atau kantor pemerintah didatangi oknum yang mengaku wartawan atau bahkan wartawan dengan identitas benar, apa yang dilakukan PWI?. 
    Tulisan ini, ternyata mendapat respon baik dikalangan pembaca wartamerdeka.info, ada yang setuju dengan langkah PWI Lamongan, tetapi banyak juga yang tidak setuju, dengan masing masing memiliki alasan sendiri.

    Lepas dari alasan yang disampaikan benar atau tidak, saya mengapresiasi pembaca yang sontak memberi respon atas tulisan ini. Maraknya oknum yang diduga wartawan bodrek atau wartawan tanpa surat kabar (istilah dulu) sekarang wartawan tanpa menulis berita bukan fenomena baru.

    Langkah yang di lakukan PWI Lamongan inipun, dulu pernah juga dilakukan Pemkab Lamongan semasa sekretarisnya H. Fadeli. Saat itu, Pemkab Lamongan melalui Sekretariat Daerah membuat surat edaran isinya kurang lebih, ada daftar wartawan dengan sekian jumlahnya, wartawan yang tidak masuk di daftar itu dianggap liar dan bisa diabaikan.  

    Waktu itu, saya sudah membuat tulisan mengkritisi langkah Pemkab Lamongan dan tidak ada bantahan sama sekali, padahal saya berharap akan bisa menjadi polemik sehingga mampu mengedukasi kawan kawan wartawan yang ditengarai tidak ada didaftar tersebut, termasuk saya. Tapi, SE tersebut meski ditempel di kantor-kantor pemerintah, pelan pelan lenyap. Surat Edaran itupun bak kertas lusuh tanpa makna. 

    Sebenarnya, baik langkah PWI Lamongan dengan membuat MoU Pencegahan Penyalahgunaan Profesi Wartawan atau Surat Edaran yang pernah dibuat Pemkab Lamongan, tidaklah tepat. 

    Meski sekilas langkah tersebut benar karena untuk meredam kehadiran oknum oknum yang mengatasnamakan wartawan dengan gayanya masing masing sehingga membuat pejabat resah dan terganggu. Pertanyaannya lho, apanya yang terganggu? Kalau merasa terganggu dengan kehadiran wartawan, ada apa?

    Wartawan juga dilindungi undang undang dalam tugasnya, dibekali etika dan dibatasi dengan kode etik jurnalistik. 

    Kalau banyak Kades dan Kasek yang mengeluh dengan kehadiran wartawan, lho ada apa? Ilustraisnya begini, Kades atau Kasek sebagai tuan rumah di kantornya, dan wartawan atau siapalah yang akan datang, mereka adalah tamu. Sebagai tuan rumah yang baiknya wajib menerima tamu dengan etiket baik. Demikian pun sang tamu, namanya tamu harus santun, beretiket, ramah dan menjunjung tinggi norma yang berlaku. 

    Siapapun tamu itu, wartawan sungguhan, atau yang mengaku wartawan atau siapapun saat bertamu pasti ada tujuannya. Kalau wartawan, mau mengkonfirmasi soal yang berkaitan dengan Dana BOS misalnya, atau disaat ke Kades bertanya soal Dana Desa, misalnya, ya jelaskan saja secara benar. 

    Sampai disini, kalau masih mutar mutar dan terkesan mengada ada, bahkan mengancam berani tidak Kasek atau Kades melaporkan ke pihak kepolisian. Sebagai wartawan saya memahami apa yang dialami kawan kawan Kasek atau Kades bahkan Kadis dan semua pejabat, tapi tidak sedikit sesungguhnya pejabat yang juga menutup informasi ketika dikonfirmasi perihal suatu masalah, (bersambung)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama