"Masa depan Politik Umat Islam antara Demokrasi dan Oligarki"

Oleh : W. Masykar


"Demokrasi dalam Ajaran Islam", Kartika Dwi Rachmawati, menulis demokrasi memiliki titik kesamaan dengan konsep musyawarah yang dikenal dalam Islam, rakyat mempunyai hak turut serta dalam menentukan kebijakan yang diambil negara. 

Musyawarah sejak zaman sebelum kedatangan Islam sudah ada, karena sudah menjadi tradisi secara turun menurun.
Secara spesifik, Islam tidak menyebutkan adanya demokrasi, tetapi nilai dan prinsip Islam mendukung gagasan universal tentang demokrasi. 

Dalam filsafat barat, manusia memilki kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara dalam pandangan Islam, Allah SWT yang menjadi pemegang otoritas tertinggi.

Disisi lain, Oligarki adalah ikhtiar politik untuk mempertahankan kekayaan dan kemakmuran sehingga hubungan erat antara upaya politik  dan demokrasi lahir dalam pola ketimpangan yang makin dalam di banyak negara demokrasi.

Sementara, Oligarki merujuk pada sistem relasi kekuasaan yang dikendalikan oleh segelintir kelompok elite dengan segala mekanisme untuk mempertahankan kekuasaan mereka. 

Sistem pemerintahan Oligarki dan pemerintahan demokrasi dapat beriringan, meskipun adanya konstitusi yang demokratis tidak menutup kemungkinan pemerintah sebenarnya berjalan di bawah kemudi oligarki. 

Konsep oligarki memiliki kata kuncinya sendiri, kekayaan. Kelompok orang-orang kaya berusaha menjangkau kekuasaan melalui berbagai sektor, baik politik, sosial, hukum, ekonomi dan sektor sektor lainnya, mengapa? tidak lain, agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kekayaannya.

Kekayaan yang dimiliki para oligarki melalui kanal-kanal demokrasi untuk merebut/mendapat kursi di posisi-posisi strategis seperti di legislatif, eksekutif, yudikatif dan birokrasi. Ini yang membuat para oligarki bisa mengendalikan kekuasaan untuk kepentingannya.

Sejak dulu hingga saat ini kekuasaan selalu diinginkan manusia di manapun dan dalam konteks apapun. Ilmuwan politik dari Northwestern University, Jeffrey A Winters,, menjelaskan, tarikan kepentingan antara oligarki yang ditopang kelompok kaya dan demokrasi telah lama terjadi. Bahkan, terjadi perdebatan yang sumbernya dari perbedaan akses dan kesempatan antara yang kaya dengan yang miskin, dan itu sejak Aristoteles. 

Jeffrey Winters (2014) mengartikan oligarki sebagai upaya strategi politik pertahanan kekayaan oleh mereka yang memiliki sumber daya material besar agar properti dan sumber penghasilan mereka tetap terjaga.

Menurut dia, kelompok orang 'super kaya' bisa dikategorikan sebagai elite oligarki, seperti pejabat tinggi, pengusaha, dan orang yang masuk dalam daftar orang terkaya baik di level global maupun nasional.

Meskipun, belum tentu, semua kelompok super kaya adalah kelompok oligarkis.
Disisi lain, Pandangan Karl Marx sedikit banyak dapat menjelaskan bahwa kapital ekonomi memainkan peran penting dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sosial.

Artinya mereka yang merupakan bagian dari elite oligarki akan menggunakan kekayaannya untuk memengaruhi kebijakan publik dan dinamika politik untuk mempertahankan sumber kekayaan mereka.
Di dalam oligarki, tata kekuasaan tesentralisasi dan berada di bawah kendali elite yang jumlahnya sangat kecil, namun memiliki pengaruh besar terhadap massa, karena sifatnya yang sangat strukturalis, oligarki sangat sarat dengan ketimpangan.

Selain itu, oligarki juga bisa dipahami sebagai suatu sistem hubungan kekuasaan yang memungkinkan terbentuknya kekayaan dan otoritas terpusat (centralized) serta pertahanan kolektif. Kata kuncinya terletak pada kolektivitas para oligarki yang saling bekerjasama dalam mempertahankan sumber daya dan kekuasaannya (Hadiz & Robinson, 2014).

Diskusi Politik yang di selenggarakan oleh Pengurus Wilayah (KB) PII Jawa Timur dengan mengambil tema  "Masa depan Politik Umat Islam antara Demokrasi dan Oligarki", Sabtu, (2/12) di Gedung Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Surabaya. Sejumlah narasumber hadir, selain Menko PMK, Profesor Muhajir Efendi, ketua PW KB PII Jawa Timur,  Profesor Zainuddin Maliki, yang juga anggota DPR RI, hadir juga ketua PP KB PII Nasrullah Larada, yang sekaligus akan melantik Pengurus PW KB PII periode 2022 - 2027. Diharapkan pada sesi Diskusi Politik, mampu memunculkan jalan keluar bagaimana ikhtiar mengendalikan intervensi oligarki, yang mau tidak mau tetap akan menjadi ancaman demokrasi dan akar dari rusaknya aset negara oleh pejabat publik, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme dalam berbagai sektor, termasuk hukum. (Dirangkum dari sejumlah sumber)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama