Pilkada Lamongan 2024 kian seksi dan cukup menarik bukan saja hadirnya banyak kandidat, bahkan jebloknya tingkat kepuasan publik yang di peroleh incumbent 57,5 persen adalah angka yang sangat beresiko tumbang. Akankah, incumbent mampu mendongkrak kepuasan kinerja sehingga trust kembali terdongkrak?
Survei Proximity Indonesia yang dirilis, di Surabaya, Senin (10/6) dikatakan bahwa elektabilitas Bupati Lamongan Yuhronur Efendi masih yang tertinggi menduduki peringkat pertama dibanding tujuh tokoh lainnya, yang mencapai 40,8 persen.
Sementara, tingkat kepuasan publik disebutnya sebagai biasa saja, bahkan cukup riskan karena diangka 57,5 persen. Capaian tingkat kepuasan publik yang dibawah 60 persen, berdasarkan pengalaman sangat beresiko atau berpeluang tumbang disaat muncul tokoh baru yang dinilai memiliki banyak kelebihan dan trust baik.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby, pernah mengatakan berdasarkan pengalaman lembaga survei calon pemimpin dengan status incumbent atau petahana kemungkinan besar kembali terpilih jika hasil survei tingkat kepuasannya di atas 70 persen. Denny JA menyebutnya memiliki pengalaman mulai 2005 hingga 2017.
"Pengalaman kita menunjukan bahwa sejak tahun 2005 sampai 2017, incumbent yang tingkat kepuasannya di atas 70 persen mayoritas terpilih kembali sebagai gubernur," kata Adjie, di kantor LSI Denny JA, di kantor LSI, Pulogadung, Jakarta Timur, (7/3/2017/Kompas.com).
Sejumlah contoh lantas dibeberkan, mulai Bupati Banyuwangi Azwar Anas yang terpilih lagi karena tingkat kepuasan di atas 80 persen, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang terpilih lagi setelah tingkat kepuasan di atas 70 persen, atau Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari yang terpilih lagi karena mendapat tingkat kepuasan dari warga di atas 70 persen.
Sementara, pada Pilkada DKI 2012. Calon gubernur petahana, Fauzi Bowo, gagal memenangi pemilihan karena Fauzi Bowo masih dibawah angka 70 persen.
Seperti pada analisa penulis sebelumnya, posisi Yuhronur Efendi cukup berbahaya meski misalnya berpasangan dengan Dirham Akbar Aksara. Sebab, tingkat kepuasan publik ini dirasakan oleh masyarakat justru di periode pertama.
Apalagi, kalau misalnya Dyah Roro Esti jadi melaju berpasangan dengan Suhandoyo dan diusung partai Golkar dan PAN, incumbent rasanya sangat berat untuk bisa memenangkan perhelatan pilkada 2024.
Karena tingkat kepuasan publik adalah perasaan publik secara langsung. Apa yang dilihat, dirasakan dan dialami oleh publik, atau publik menilai kinerja Bupati dianggap buruk.
itu adalah gambaran tingkat kepuasan publik sehingga kalau misalnya ada upaya mendongkrak tidak bisa serta merta.
Oleh karena itu, baik tiga pasang calon atau dua pasang calon, pada pilkada Lamongan mendatang posisi incumbent tetap saja belum aman. Kalau misalnya, tiga pasang calon; Yuhronur Efendi-Dirham Akbar Aksara kemudian Dyah Roro Esti-Suhandoyo dan Abdul Ghofur-Raden Imam.
Maka, dengan perolehan kepuasan publik yang hanya dibawah 60 persen, masyarakat pemilih akan melirik dua pasang calon lain, yang dianggap mampu menyelesaikan sejumlah persoalan seperti infrastruktur dan suprastruktur yang sampai sekarang belum jelas sampai kapan penyelesaiannya. Salah satunya, program Jamila. (*)