Pilkada Lamongan, Blunder, Framing Jalan Rusak dan Ganti Bupati (3)

 

W. Masykar
Jadi bukan sekadar mencari kelemahan lawan, tapi juga mampu menawarkan gagasan yang lebih inovatif dan rinci dengan argumentasi jelas dan rasional. (Petikan tulisan sebelumnya). 

Sebenarnya, saya dan bahkan yang pasti publik Lamongan sejak awal menunggu konsep dan gagasan gagasan yang akan di tawarkan dari masing masing paslon. Meski gagasan atau janji program yang ditawarkan tidak selalu bisa diimplementasikan ketika sudah jadi. 

Setidaknya, dengan konsep dan gagasan yang baik, publik akan menilai kedalaman dan keseriusan dari calon pemimpin yang kini akan mengikuti kontestasi.

Tapi jika sebaliknya, konsep dan gagasan tidak jelas, bahkan selalu mencari celah kelemahan untuk di framing - publik jelas akan berfikir ulang.

Pada mulanya, isu program Jamula (Jalan Mulus Lamongan) yang dinilai gagal bahkan tertunda mendapat pengaruh sangat positif. Trend nya untuk menurunkan elektabilitas pasangan incumbent sangat manjur. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, pelan tetapi pasti program Jamula terus direalisasi hingga puluhan ruas jalan yang sebelumnya rusak parah kini sudah mulus. Dinilai sangat menguntungkan pasangan petahana. 

Publik sebagian besar sudah tidak percaya dengan isu jalan rusak. Karena saat ini pun, pembangunan jalan juga terus berjalan. Wal hasil, pasangan incumbent terus menuai dukungan. 

Dengan fakta ini, masyarakat sudah mulai berfikir dewasa bahwa program Jamula yang dikabarkan mandeg ternyata tidak benar.
Termasuk, isu ganti bupati (GBL) pada mulanya isu seperti ini muncul di periode kedua presiden Jokowi, Ganti Presiden. 

Melempar isu seperti ini, tidak dibarengi dengan gagasan gagasan baru yang lebih bagus, inovatif dan rasional hasilnya bakal blunder. Isu Ganti Bupati adalah perwujudan dari "hukum pokok e", pokok e ganti. Kalau sudah menerapkan "Pokok'e", sebaik apapun pemimpin sebelumnya tetap dilabeli "Ganti". (bersambung)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama