Robianto Idup Divonis Bebas Dari Hukum Perkara Penipuan Rp 72 Miliar

Robianto Idup divonis bebas

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang diketuai Florensia Kendengan, SH, MH, menyatakan Robianto Idup tidak terbukti menipu.

Perbuatan itu ada tapi bukan pidana (onslagh), kata Florensia, ketika membacakan vonis Robianto Idup secara virtual di ruangan sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/9/2020).

Selanjutnya hakim menyatakan melepaskan Robianto Idup dari tuntutan pidana jaksa. 

“Melepaskan saudara Robianto Idup dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak hak terdakwa, kemampuan, kedudukan, serta harkat martabatnya,” kata hakim Florensia dalam putusannya.

Terkait dengan dibebaskannya Robianto Idup, majelis pun memerintahkan kepada jaksa penuntut umum agar segera membebaskan terdakwa dari tahanan, setelah putusan tersebut dibacakan dalam persidangan.

Semula, Robianto Idup, Komisaris dan pemegang saham mayoritas PT Dian Bara Genoyang (PT DBG), dituntut jaksa Boby Mokoginta, SH, MH, dan Marley Sihombing, SH, MH, 42 bulan penjara (3,5 tahun kurungan), karena diyakini Robianto menipu saksi korban Herman Tandrin Rp 72 Miliar  dalam kaitan pekerjaan tambang batubara di Kalimantan Timur, pada tahun 2012.

Modusnya, Robianto Idup atau PT DBG tidak bayar pekerjaan tambang kepada kontraktor PT Graha Prima Energy (PT GPE), milik Herman Tandrin, setidaknya dalam dua invoice yang nilainya Rp 72 Miliar.

Sedang menurut Hotma Sitompul, SH, (koordinator tim penasihat hukum terdakwa Robianto), dia menduga kliennya bebas karena jaksa penuntut umum sengaja menyembunyikan alat bukti berupa dokumen perjanjian tanggal 27 Juni 2011.

Dokumen itu merupakan “kunci” sengketa bisnis antara Robianto Idup sebagai pemilik perusahaan PT Dian Bara Genoyang alias PT DBG dan Herman Tandrin empunya PT Graha Prima Energy atau PT GPE.

Sejak awal penyidikan hingga penuntutan, jaksa tidak menjadikan dokumen itu sebagai bukti di persidangan.

“Ini (dokumen perjanjian), tidak pernah dijadikan bukti oleh penyidik dan penuntut umum, karena tidak terlampir dalam berkas perkara,” katanya.

Ironisnya lagi ungkap lelaki penggemar kemeja Batik ini, jaksa baru memasukan dokumen perjanjian dalam daftar bukti, setelah ada perintah dari majelis hakim pimpinan Florensia Kendengan. 

“Inilah ironi penegakan hukum di Indonesia,” tegas Hotma. Untuk itu dia meminta jaksa utama yang menangani perkara kliennya agar dilakukan eksaminasi.

Tujuannya imbuh advokat senior jebolan Universitas Gajah Mada, agar tidak ada lagi pencari keadilan yang dikriminalisasi demi sebuah kepentingan. 

“Jangan hanya sebuah kepentingan sesaat mengorbankan orang lain,” tutur dia menyarankan.

Sedangkan kuasa hukum Robianto Idup,  Dhito HF Sitompul SH LLM, menuturkan, pihaknya akan merundingkan kepada tim apakah melaporkan balik pelapor yang sudah melaporkan kliennya.

Sebab, laporannya tak benar dan hal itu terbukti dari putusan sidang yang dijalankan oleh kliennya pada hari ini.

“Pidana penipuannya tidak ada. Jadi kita lihat ini ada persengkatan bisnis dan ini adalah perdata. Harusnya jalur perdata,” tegas Ditho.

Sementara Herman Tandrin menyatakan bahwa perjanjian kerjasama PT DBG dengan PT GPE miliknya tercantum dalam berkas perkara.

"Dalam berkas tercantum (ada perjanjian itu). Pada vonis atau putusan majelis hakim juga ada dicantumka perjanjian kerja sama itu," tandas Herman berkomentar, Rabu (9/9/2020), ketika dihubungi melalui seluler.

Sebab itu Herman menyatakan sangat menyesalkan keterangan ahli Dr Dian Adriwan SH yang dihadirkan kepersidangan oleh penuntut umum sendiri, memperkuat dalil tersebut dan mengaku dirinya tidak dijelaskan mengenai perjanjian sejak awal penyidikan. Terlebih lagi katanya, Robianto merupakan Komisaris dan bukan penanggungjawab perusahaan.

Terkait putusan majelis hakim tersebut, Jaksa Boby Mokoginta bukannya menyatakan kasasi tapi akan mempelajari vonis dulu sebelum menyampaikan sikap menerima atau kasasi. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama