Vonis Perkara Sutjiati Diharapkan Memberi Keadilan Bagi Korban Rita KK


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Dalam waktu dekat majelis hakim  Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, akan memvonis perkara kejahatan perbankan mantan Dirut Bank BOII, Ningsih Sutjiati (63) yang sudah dituntut 5 tahun penjara.

Sebelum pembacaan putusan perkara terdakwa Sutjiati ini, politisi senior PDIP yang dikenal pula sering membantu para pencari keadilan, Alex Asmasoebrata memohon agar Komisi Yudisial (KY), Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung dan tentu saja Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar menaruh perhatian dalam penanganan kasus perbankan dengan terdakwa mantan Dirut Bank Swadesi (kini BOII) Ningsih Sutjiati. 

Tujuannya  agar jangan sampai kasus itu diwarnai intervensi, suap menyuap atau gratifikasi. 

Sebab menurut Soebrata, keputusan kasus yang sempat tersendat-sendat tersebut diharapkan memenuhi rasa keadilan bagi pencari keadilan khususnya saksi korban Rita KK/PT RK.

Alex Asmasoebrata mengaku dirinya sengaja meminta agar penanganan kasus Ningsih ke KY tiada lain tujuannya selain demi keadilan yang berkebenaran. Dia mengakui setiap hakim sesungguhnya sudah diamanatkan untuk memberi keadilan yang berkebenaran bagi para pencari keadilan. Karena itulah, hakim yang juga digelari wakil Tuhan di muka bumi seyogyanya tak perlu diawasi baik oleh KY, aparat Bawas MA dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tetapi, kata Alex,  jaman berubah, tuntutan hidup, gaya hidup, hedonisme, kemewahan mendesak tak terkecuali terhadap hakim. Maka jadilah “wasit” diwasiti dan diawasi. Adakalanya pula kaki oknum hakim sesekali berada di neraka. Terbukti, sesekali mencuat kekecewaan dan penolakan-penolakan atas putusan hakim dari pencari keadilan. 

“Kalau hakim jujur, bermartabat dan berintegritas, hukum yang berkeadilan dan berkebenaran akan selalu hadir. Jika hakim sampai membuat putusan memihak (kepada terdakwa atau tergugat hanya karena uang), saat itulah kakinya sedang di neraka. 

"Seharusnya setiap terdakwa yang bersalah atau pihaknya yang mau memperalat hukum diganjar sesuai perbuatannya,” tutur Alex di Jakarta, Selasa (17/11/2020).

Alex yakin hakim yang dilaporkan berulangkali baik ke KY maupun Bawas MA adalah oknum hakim nakal, tidak jujur dan doyan suap serta gratifikasi. Sebaliknya hakim yang berpihak kepada rasa keadilan masyarakat di samping tak akan diadukan ke KY dan MA juga akan dipuja-puji pencari keadilan. 

“Palunya dipergunakan untuk menolong dan menyelamatkan serta memuaskan dahaga pencari keadilan yang terzolimi/dirugikan. Harapan pencari keadilan, janganlah  ketukan palu hakim memupuskan harapan pencari keadilan karena uang atau karena membela yang salah,” tandas Alex.

Oleh karenanya persidangan kasus perbankan di Bank Swadesi/BOII), Alex berharap hakimnya independen, jujur dan menjaga kehormatan hakim. “Hukumlah terdakwa sesuai kesalahannya;  bisa sama dengan tuntutan jaksa bisa juga lebih dari itu mengingat yang bersangkutan sudah residivis,” tutur Alex.

Alex juga meminta agar diproses hukum 20 tersangka lainnya yang diduga telah melakukan persekongkolan jahat dengan  Ningsih Sutjiati terkait kasus perbankan ini. Alasannya, para tersangka sudah mengajukan dua kali praperadilan terkait penetapan mereka sebagai tersangka. Pengadilan memutuskan menolak praperadilan tersebut karena proses hukum yang dilakukan sudah sesuai prosedur (KUHAP). 

Sejak awal persidangan kasus di Bank Swadesi/BOII, Alex Asmasoebrata telah meminta dimonitor penanganannya ke KY. KY pun menindaklanjutinya ke MA. MA sendiri sebagai benteng terakhir lembaga peradilan berkirim surat ke Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 

Dalam surat Plt Kepala Badan Pengawasan MA, Hj Lulik Cahayaningrum, disebutkan setelah meneliti dan mempelajari pengaduan diminta agar dilakukan pemantauan terkait penanganan perkara dimaksud. Hanya saja diharapkan pemantauan tidak sampai mengurangi independensi dan profesionalitas hakim dalam memutus perkara perbankan tersebut.

Fakta-fakta persidangan kasus Ningsih Suciati sendiri menunjukkan lelang agunan debitur Rita KK/PT RK sarat rekayasa dan persekongkolan. Bahkan Ningsih Suciati tidak  bekerja sendiri, tetapi bersama-sama, kolektif kolegial atau tanggung renteng sampai melibatkan 20 direksi, komisaris, pimpinan dan bankir-bankir Bank Swadesi/BOII.  

Permohonan restrukturisasi dan upaya hukum perdata/pidana berulangkali dimintakan oleh debitur Rita KK/PT RK  tapi tak dihiraukan. Lelang agunan villa Kozy dilakukan walau sedemikian murah hingga debitur tetap berhutang dan tetap ditagih.

Atas perbuatannya itu, Ningsih Sutjiati pun dituntut lima tahun penjara ditambah membayar denda Rp 5 miliar subsider tiga bulan kurungan. Sedangkan untuk menindaklanjuti kasus 20 tersangka lainnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri telah mengajukan permohonan penyitaan ke PN Jakarta Pusat. 

PN Jakarta Pusat sendiri telah mengabulkannya dengan penetapan Nomor 770/Pen.Pid/2020/PN.JKT.Pst. Itu berarti dapat dilakukan penyitaan oleh aparat Mabes Polri atas dokumen-dokumen terkait tindak pidana perbankan di Bank Swadesi/BOII, terutama sertifikat hak milik (SHM) Nomor 1682 di Jalan Kunti Utara 9 Kelurahan Seminyak Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali atas nama  Budi Santoso di Jalan Talang Betutu Kelurahan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. 

PN Jakarta Pusat dalam penetapannya menyebutkan bahwa cukup alasan untuk melakukan penyitaan sebagaimana diatur dalam pasal 46 UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun1992 tentang Perbankan yang diduga dilakukan para tersangka. Yang akan disita tersebut termasuk SHM Nomor 1682 tadinya atas nama debitur Bank Swadesi/BOII Rita KK/PT RK. Setelah dilelang dokumen tersebut diduga telah dijadikan agunan pinjaman oleh pemenang lelang Budi Santoso sebagaimana terungkap dalam persidangan Ningsih Sutjiati. Tanah berikut villa Kozy menjadi agunan pijaman Rp 36 miliar atas nama Budi Santoso.

Majelis hakim PN Jakarta Pusat pimpinan M Sainal SH MH dalam putusannya Kamis pekan mendatang tentu saja bakal memutuskan sah atau tidak  pelelangan agunan villa Kozy. Jika benar ilegal sebagaimana terungkap dalam persidangan, maka setelah disita Mabes Polri boleh jadi SHM itu akan dikembalikan kepada pemiliknya yang sah  Rita KK/PT RK. Atau paling tidak dijadikan barang bukti terkait perkara 20 tersangka lainnya. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama