Mantan Dirut Bank BOII 'NS' Dituntut Lima Tahun Penjara Dan Denda Rp 5 M


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Mantan Dirut Bank Of India Indonesia (BOII) Ningsih Suciati SE, dituntut 5 (lima) tahun penjara oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI, karena  kejahatan perbankan.

Tuntutan hukum terhadap Ningsih dibacakan di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/10/2020).

Terdakwa Ningsih menurut JPU, Hadziqotul, SH, MH, Meilany Wuwung SH MH,  JPU Olla, SH, MH  dan Rima SH terbukti melakukan  persekongkolan jahat bersama-sama dengan direksi, komisaris dan pimpinan bank BOII yang dulu bernama Bank Swadesi itu. 

Dari 21 tersangka kasus BOII ini, terdakwa Ningsih salah satunya yang diduga terlibat atau pelaku dalam kasus kejahatan Perbankan dengan modus lelang ilegal agunan debitur PT Ratu Kharisma yang diwakilili Rita Kishore, sebagaimana diatur  dan diancam pidana dalam pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 10 tahun 1998 junto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan 20 tersangka lainnya masih menunggu giliran menjalani proses hukum sesuai perbuatannya.

Terdakwa Ningsih Suciati yang juga pernah menjalani hukuman terkait kasus perbankan lainnya, di Pengadilan Negeri Jajarta Selatan, diwajibkan JPU pula untuk membayar denda Rp 5 miliar atau jalani kurungan selama tiga bulan apabila tak sanggup membayarnya. 

"Terdakwa Ningsih Suciati terbukti secara sah dan meyakinkan melnggar pasal 49 ayat 2 huruf b Undang-Undang (UU) tentang Perbankan," kata Jaksa Olla lerika membacakan requisitor dalam sidang pimpinan M Sainal SH MH.

Disebutkan pula dalam tuntutan JPU dari Kejaksaan Agung yang cukup tebal itu disebutkan pula bahwa tindak kejahatan perbankan yang merugikan debitur PT Ratu Kharisma/Rita Kishore tersebut dilakukan terdakwa tidak sendirian. Melainkan bersama-sama dengan direksi, komisaris, pimpinan dan bankir di Bank Swadesi yang kini menjadi Bank BOII.

Akibat perbuatan Ningsih Suciati tersebut, debitur PT Ratu Kharisma atau  Rita Kishore menderita kerugian miliaran rupiah kareba agunan pinjamannya berupa villa Kozy di Seminyak Bali,  dilelang Bank Swadesi/BOII tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku atau harga lelang villa yang lokasinya strategis tersebut diduga diciutkan sedemikian rupa oleh kreditur sementara pemiliknya tetap berhutang atau  kreditnya tidak hilang.

"Perbuatan terdakwa tidak mengindahkan asas kehati-hatian dan ketaatan dalam pelaksanaan pelelangan agunan kredit debitur," tutur jaksa.

Sebelumnya telah diberitakan, debitur Rita Kishore/PT Ratu Kharisma melaporkan ke Kepolisian 21 direksi, pimpinan dan bankir-bankir Bank Swadesi/Bank BOII atas dugaan tindak pidana perbankan atau lelang agunan pinjamannya. 

Fakta-fakta yang terungkap selama persidangan dalam kasus perbankan ini, rekayasa dilakukan terdakwa bersama direksi dan komisaris Bank Swadesi/Bank BOII atas agunan debitur. Padahal, Rita Kishore/PT Ratu Kharisma bukanlah debitur/nasabah baru bagi Bank Swadesi/BOII. Pengusaha itu sudah 21 tahun menjadi nasabah/debitur bank ini.

Rita Kishore juga mengirim surat lima kali untuk memohon restrukturisasi atas kreditnya namun selalu ditolak dan tak digubris para pengelola Bank BOII. Bahkan janggalnya lagi Bank Swadesi/Bank BOII tidak mau bekerjasama mencari solusi dengan debiturnya. 

Bank Swadesi/BOII sedemikian ngebut dan lakukan berbagai upaya agar obyek agunan kredit Rita K/PT RK dapat dilelang secepatnya yang tentu saja mengakibatkan harga sangat rendah dan tanpa ada independent appraisal. 

Ironisnya, begitu agunan usai dilelang seketika diagunkan lagi oleh pembeli lelang untuk mendapatkan pinjaman kredit berlipat-lipat dari nilai lelang atau pembelian jaminan tersebut. Inilah salah satu bukti kuat adanya pelelangan agunan secara pesanan.

Kronologi kasus tersebut dimulai pada 2008 saat pelapor Rita Kishore mewakili PT Ratu Kharisma selaku pemberi kuasa mengambil kredit dari pihak PT Bank Swadesi Jakarta, yang sekarang menjadi PT BoII dimana penerima kuasa diwakili Ningsih Suciati selaku direktur.

Rita Kishore menggunakan jaminan kredit berupa sebidang tanah seluas 1.520 M2, berikut Bangunan seluas 1.160 M2 terletak di Jalan Dewi Saraswati III No. 9 RK, Seminyak Bali sekarang Jl. Kunti Utara No. 9 RK, Seminyak, Kuta, (Bali). Saat pengambilan kredit itu di 2008, nilai taksasi jaminan sebesar Rp15,31 miliar.

PT Ratu Kharisma mengambil kredit sebanyak dua kali dengan nilai Rp 6,5 miliar dan Rp 4 miliar, sehingga total kredit Rp10,5 miliar. Perusahaan telah membayar kredit sebagai bukti keseriusan sebesar Rp 3,5 miliar sehingga sisa hutang sebesar Rp7 miliar.

Dalam perkembangannya PT Ratu Kharisma selaku debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit, namun debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit dilakukan restrukturisasi.

Namun, PT BoII menolak pemohonan restrukturisasi yang diajukan berkali-kali oleh PT Ratu Kharisma tanpa melalui/melakukan pengkajian permohonan tersebut berdasarkan ketentuan Bank Indonesia.

Kemudian pada 2009, PT BoII menganggap PT Ratu Kharisma gagal membayar kredit dan mengambil tindakan melelang aset jaminan berupa tanah dan bangunan di Denpasar - Bali.

Februari 2010, lelang pertama kali dilakukan PT BoII dengan menggandeng Balai Lelang Denpasar. Karena tidak ada pembeli, proses lelang berlangsung selama lima kali hingga Februari 2011. Jaminan tersebut laku terjual sebesar Rp 6,3 miliar pada lelang kelima.

Merasa tidak puas dengan tindakan sepihak PT BoII, PT Ratu Kharisma melalui Rita Kishore  melaporkan tindak penipuan perbankan itu ke Polda Bali tertanggal 25 Juni 2011 dengan laporan bernomor LP/233/VI/2011/Bali/Ditreskrim.

Dalam prosesnya Polda Bali menghentikan kasus itu dengan mengeluarkan surat ketetapan tentang penghentian penyidikan nomor S.Tap/242b/VI/2014/Ditreskrimsus tertangal 4 Juni 2014.

Merasa tidak puas, manajeman PT Ratu Kharisma melakukan pra peradilan di Pengadilan Negeri Denpasar. PN Denpasar tertanggal 29 Maret 2016 menetapkan SP3 Polda Bali tertanggal 4 Juni 2014 tidak sah dan kasusnya wajib dilanjutkan kembali. Sehingga, pada 20 Juli 2018 kasus tersebut kemudian dialihkan ke Mabes Polri.

Selanjutnya, berdasarkan surat Bareskrim Polri tertanggal 12 Mei 2020, perihal pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) disampaikan jika kepolisian telah melakukan penyerahan tersangka Ningsih Suciati dan barang bukti ke pihak kejaksaan. (dm)

2 Komentar

  1. Sayang Sutradara dan aktornya yg jelas jelas mendapatkan keuntungan dari dugaan persekongkolan jahat lelang villa kozy aman aman saja

    BalasHapus
  2. Seperti kata Menkopolhukam bapak Mahfud MD "sulit memahami keadilan"
    faktanya memang demikian

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama