Efektivitas PTMT Dalam Sudut Pandang Pemuda Peduli

Volunteer Pemuda Peduli tengah berinteraksi dengan anak Desa Sirnajaya, Salah satu dari 3 Desa Binaan Pemuda Peduli. Kunjungan rutin dilaksanakan dalam rangka memperingati Kemerdekaan Indonesia, dan terkait dalam Program Bina Desa Yayasan Pemuda Peduli yang dilaksanakan baru-baru inkmi (21/08/2021).

PTM (Pembelajaran Tatap Muka) mulai diberlakukan di berbagai daerah di Indonesia. Mengingat kondisi PPKM (Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sudah turun ke level 3.

Beberapa daerah, untuk diketahui, akan melaksanakan Sekolah Tatap Muka pada awal September 2021. DKI Jakarta bahkan telah memulai Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas pada Senin (30/8). Hal itu seiring dengan pernyataan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang meminta seluruh daerah yang berada pada level 1 – 3 untuk mulai menggelar PTM secara terbatas.

Beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Palembang, Surabaya, Bandung, Banyuwangi dan Daerah Istimewa Yogyakarta sudah mulai melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka yang direncanakan akan berjalan mulai dari tanggal 30 Agustus lalu.

Nadiem mengatakan pembelajaran tatap muka bagi siswa belum divaksin tetap diizinkan dengan memegang prinsip kehati-hatian. Menurutnya, ketentuan tersebut telah sesuai surat keputusan bersama (SKB) 4 Menteri.

"Bagi sekolah yang peserta didiknya belum mendapatkan giliran vaksinasi, sekolah di wilayah PPKM level 1-3 tetap dapat menyelenggarakan PTM terbatas dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian," kata Nadiem dalam keterangannya pada hari Kamis (19/8)2021).

Lalu efektivitas Pembelajaran Tatap Muka menjadi satu pertanyaan yang lahir kembali karena hal ini.

Said Alwy, CEO Pemuda Peduli mengungkapkan bahwa efektivitas Pembelajaran Tatap Muka bisa dicapai dengan langkah yang harus dilakukan baik oleh Tenaga Pendidik dan Siswa.

“Protokol kesehatan yang menjadi kunci dapat dicapainya efektivitas dari diadakannya PTM. Jika ini bisa dijaga baik oleh Tenaga Pendidik dan Siswa, maka bisa dipastikan berjalan lancar,” ungkap Alwy.

Direktur Jenderal PAUD dan Dikdasmen Kemendikbudristek, Jumeri mengatakan bahwa hingga saat ini vaksinasi terhadap peserta didik usia 12-17 tahun baru mencapai 2 persen untuk dosis satu dan kurang dari 1 persen untuk dosis dua. 

Jumlah itu menurut dia masih relatif kecil. Sedangkan, untuk vaksinasi dosis 1 pada guru baru mencapai 40 persen, dan 30 persen untuk tahap dua. Alwy berpendapat adanya fakta ini bisa menjadi catatan khusus bagi Tenaga Pendidik dan juga Siswa.


Alwy (Tengah) Saat berinteraksi dengan anak-anak Desa Ciberes, Salah satu Desa binaan Yayasan Pemuda Peduli dalam Program Bina Desa. (Sumber : Dok. Pemuda Peduli(

“Ini menjadi catatan kembali untuk kita, Disamping efektivitas vaksin yang terus berusaha dicapai, Tapi di satu sisi kita ngga bisa menutup mata. Bahwa, siswa memerlukan interaksi langsung dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Sudah 2 tahun lebih kita daring. Dan ini bisa menjadi momentum titik balik bangkitnya Pendidikan di Indonesia,” kata Alwy.

Selanjutnya, CEO NGO yang berdiri legal sebagai sebuah Yayasan sejak tahun 2016 ini mengungkapkan bahwa adanya keputusan ini bisa menjadi langkah awal pemerataan pendidikan di Indonesia.

“Pemerataan Pendidikan di Indonesia yang terus dibenahi dari kemarin, menjadi Pekerjaan Rumah Besar bagi semua adanya PTM yang kembali diberlangsungkan diharapkan dapat menjadi satu langkah awalan. Kami (Pemuda Peduli) pun, melakukan hal yang sama. Dengan salah satu program kami yaitu Bina Desa, Kami mencoba untuk membantu adanya aktivasi Pendidikan yang adil dan merata sampai ke daerah,” jelasnya.

Terakhir, Alwy menjelaskan hal kunci yang perlu dibangun untuk majunya Pendidikan di Indonesia

“Karakter, Satu hal yang dibutuhkan kita untuk mencari ciri khas Pendidikan yang dimaksud. Kami (Pemuda Peduli), melalui nilai dasar KITA PEKA yang kita bagikan baik secara eksternal dan internalnya dengan tujuan akhir untuk Menciptakan generasi yang berpendidikan dan berkarakter” Ungkapnya ketika ditemui di kantor Yayasan Pemuda Peduli. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama