Tanpa judul


Teguran Presiden Joko Widodo kepada kalangan TNI-Polri dan keluarganya didisiplinkan dalam menggunakan WhatsApp Grup. 

menilai peringatan Jokowi tersebut sudah sangat tepat.

"Peringatan Presiden itu sangat tepat. Sebagai aparat negara, TNI dan Polri harus netral, tidak berpolitik dan harus menjunjung tinggi UUD 1945 serta seluruh UU dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Sebagai aparat negara, TNI dan Polri juga harus menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan. Sehingga tidak boleh terpecah belah," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada wartawan, Rabu (2/3).

Poengky mengatakan bahwa aparat negara tidak boleh terpecah belah. Poengky mengatakan bahwa aparat negara harus taat menjalankan perintah.

"Di masyarakat saja kita sering melihat adanya perbedaan pendapat yang berujung perpecahan. Jangan sampai aparat negara juga terpecah belah. Sebagai aparat negara, mereka harus taat menjalankan perintah. Bukan melakukan perlawanan atau pembangkangan," ucapnya.

Poengky mengatakan bahwa peringatan Jokowi harus didasari kebebasan berekspresi. Poengky mengatakan bahwa TNI dan Polri harus taat pada perintah pimpinan.

"Harus disadari kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat bukanlah kebebasan yang tidak ada batasnya. Kebebasan tersebut berbatasan dengan kebebasan orang lain. Sedangkan untuk aparat negara khususnya TNI dan Polri, mereka harus taat pada perintah pimpinan. Jika melanggar, pasti ada hukumannya," lanjutnya

“Tidak bisa yang namanya tentara, yang namanya polisi ikut dalam urusan demokrasi. Di tentara itu nggak ada demokrasi.” Begitu salah satu kalimat penekanan Presiden Joko Widodo dalam rapat pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (1/3/2022). 

Dalam pengarahan secara hybrid, Jokowi ingin agar TNI-Polri bisa menjadi teladan disiplin nasional. Ia menyinggung soal 'disiplin' TNI-Polri berbeda dengan sipil dan tidak boleh ada demokrasi. 

“Nggak ada yang namanya bawahan itu merasa bebas, tidak sama dengan atasan, eh nggak boleh. Dengar, berbicara masalah demokrasi tidak ada di tentara dan kepolisian, tidak ada," kata Jokowi. 

Selain kepada prajurit, Jokowi juga menyinggung soal kedisiplinan untuk para pasangan TNI-Polri. Ia ingin agar para pasangan prajurit TNI-Polri ikut disiplin. 

Mantan Wali Kota Solo itu bahkan menggunakan contoh soal larangan memanggil penceramah dengan afiliasi “radikal.” 

“Menurut saya, nggak bisa ibu-ibu itu memanggil, ngumpulin ibu-ibu yang lain, memanggil penceramah semaunya atas nama demokrasi. Sekali lagi di tentara, di polisi tidak bisa begitu. Harus dikoordinir oleh kesatuan, hal-hal kecil tadi, makro dan mikronya. Tahu-tahu mengundang penceramah radikal, nah hati-hati,” kata Jokowi. 

Jokowi pun menyinggung soal ibu kota negara sebagai contoh kebijakan yang tidak boleh diperdebatkan. 

“Itu sudah diputuskan pemerintah dan sudah disetujui DPR. Kalau di dalam disiplin TNI-Polri sudah tidak bisa diperdebatkan. Kalau di sipil, silakan,” tegas dia.

WA Grup TNI-Polri tersebut memang terkesan sangat bebas.

Berdasarkan pengetahuannya, kebebasan bersuara di grup tersebut komunikasi tersebut, setidaknya sudah terjadi dalam jangka waktu 8 tahun terakhir.

Seperti grup masyarakat sipil.



Bahkan, disebutkan Effendi, perdebatan di berbagai grup tersebut, tak beda seperti di grup WA yang anggotanya adalah masyarakat sipil.

“Paling tidak ini tahun ke 8, bebasnya komunikasi antara TNI dan Polri aktif, keluarganya, dengan nuansa yang bukan tupoksi (tugas pokok dan fungsi),” tegasnya.

Dia pun menerangkan jika Presiden Jokowi sudah sejak lama mengetahui isi percakapan di WA grup itu. Sebab, kata dia, presiden mendapatkan laporan dari intelijen setiap harinya.

“Tanpa perlu masuk ke WhatsApp Grup itu, presiden pasti sudah tahu (apa yang diperbincangkan), dan ini sudah berlangsung lama,” tutur Effendi.

Dia pun mengaku heran bahwa presiden baru saat ini menyampaikan perlunya pendisipinan komunikasi di WA Grup TNI-Polri.

Dia juga mengaku sudah lama mengetahui adanya WA Grup para perwira aktif TNI-Polri. Tak hanya itu dirinya juga menyatakan jika mengetahui percakapan apa saja yang berlangsung di WA grup itu. Dia juga menyebut bahwa banyak pembicaraan di grup WhatsApp tersebut berkisar tentang komentar terhadap kebijakan-kebijakan negara.

TNI AD menyatakan siap mendukung pemerintah

Sementara itu, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman mengatakan jika TNI AD siap mendukung pemerintah. "Ada penekanan khusus dari bapak presiden masalah di WA grup yang masih membicarakan tentang IKN, pada prinsipnya TNI AD mendukung penuh pemerintah program pemindahan ibu kota di Kalimantan dan ini sudah final," kata Jenderal Dudung.

Dudung menegaskan keputusan pemerintah sudah final, sehingga TNI AD turut mempersiapkan diri untuk kepindahan markas ke Kalimantan Timur (Kaltim). "Dan ini sudah final, sehingga apa pun nantinya yang akan terjadi proses pemindahan, TNI AD akan mengikuti dan kita juga akan mempersiapkan pindah ke Kalimantan," sambung Dudung



Dudung akan memerintahkan seluruh komandan satuan di TNI AD agar mendisiplinkan percakapan di grup WA kalangan prajurit. Dia mengingatkan TNI AD harus loyal kepada Presiden, yang merupakan panglima tertinggi.

"Masalah disiplin militer itu di WA group, yang tadi saya sampaikan, nanti akan saya tekankan kepada seluruh komandan satuan di sini. Ya dukunglah pemerintah, jangan ada yang omong aneh-aneh. Kalau kita, loyalitas tegak lurus kepada Presiden atau panglima tertinggi kita," pungkas Dudung




Status para abdi negara itu melekat setiap hari.

"Ya memang harus tertib, karena status anggota TNI dan Polri itu melekat 24 jam tiap harinya," kata Habiburokhman kepada wartawan, Rabu (2/3/2022).

Para anggota TNI-Polri perlu menjaga perilakunya, termasuk di media sosial (medsos). Habiburokhman mengingatkan pedoman atau janji mereka kepada satuan masing-masing.


"Segala perilaku, perbuatan, dan terutama ucapan, baik lisan maupun tertulis, termasuk juga yang di media sosial, tidak boleh menyimpang dari Tri Brata, Catur Prasetya Polri serta Sapta Marga TNI," ujar Waketum Partai Gerindra ini.

Bagi warga di lingkungan masing-masing, kata Habiburokhman, tak jarang anggota TNI-Polri menjadi teladan. Sehingga perilaku mereka perlu dijaga setiap harinya tak kenal libur.

"Masyarakat juga memandang anggota Polri dan prajurit TNI sebagai tokoh di tempatnya masing-masing, yang mereka teladani. Jadi saya sangat sepakat dengan pernyataan Pak Presiden," imbuhnya.

Anggota Komisi I DPR Mayjen (Purn) TB Hasanuddin mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapim yang meminta agar WhatsApp group kalangan TNI-Polri didisiplinkan. Hasanuddin menilai TNI-Polri sebagai alat negara memang tidak boleh terlibat politik praktis.

"Arahan Pak Jokowi sudah pas, TNI dan Polri, bahkan keluarganya, tidak boleh terlibat dalam diskusi-diskusi politik praktis, apalagi yang menjelekkan negara atau pemerintah," kata Hasanuddin kepada wartawan, Rabu (2/3/2022).

Baca juga:
KSAD Minta Jajaran Dukung IKN dan Tak Bicara Aneh-aneh di Grup WA
Hasanuddin mengatakan, sebagai alat negara, TNI dan Polri memang sudah seharusnya mendukung kebijakan pemerintah, termasuk pemindahan ibu kota negara (IKN).




"Sebagai alat negara, TNI dan Polri harus mendukung dan mengamankan kebijakan pemerintah, bukan sebaliknya, termasuk soal ibu kota negara (IKN) yang tadi disampaikan Pak Jokowi," ucapnya.

Lebih lanjut politikus PDIP ini menilai teguran Jokowi soal paham radikal terorisme di jajaran keluarga TNI-Polri juga tepat. 

Menurutnya, semua pihak memang harus waspada terhadap modus teroris melancarkan aksi dan mencari simpatisan.


"Saya kira teguran Presiden Jokowi itu sudah tepat mengingat TNI dan Polri adalah garda terdepan dan benteng pertahanan negara. Penyebaran paham radikal terorisme tak melulu menyasar masyarakat biasa. Pegawai lembaga negara, kementerian, bahkan aparat keamanan pun tak luput dari pengaruh paham negatif ini. Jadi harus waspada terhadap modus-modus teroris dalam melancarkan aksi mencari simpatisan," kata politikus PDI Perjuangan ini.



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama