Pemkot Bekasi Mestinya Hentikan Pembangunan Polder Air Aren Jaya, Karena Tanah Masih Sengketa

Dr. Diana Napitupulu, SH., MH., M.Kn., M.Sc, Pengamat Pertanahan dari Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta

JAKARTA (wartamerdeka.info) -Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi terkesan memaksakan pembangunan Polder Air (tandon) Aren Jaya, Bekasi Timur, padahal tanahnya masih dalam status quo atau sengketa.

Demikian pandangan Dr. Diana Napitupulu, SH., MH., M.Kn., M.Sc, Pengamat Pertanahan dari Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Timur, saat dimintai pendapatnya soal kasus Polder Air Aren Jaya, Bekasi Timur, kota Bekasi, Jawa Barat. Polemik mengenai Polder Air Aren Jaya ini kembali mencuat, karena pemilik tanah menuntut ganti rugi yang belum dibayarkan.

Diana Napitupulu mengatakan, mestinya Pemkot Bekasi tidak memaksakan pembangunan Polder air Aren Jaya, jika tanahnya masih dalam status sengketa.

“Mencermati informasi dan data yang ada, untuk kasus pembangunan Polder Air di kecamatan Bekasi Timur, kota Bekasi itu, ada klaim dari 2 (dua) pihak pemilik lahan yang masih berproses di pengadilan. Maka dengan demikian, berarti lahan itu sesungguhnya belum milik Pemkot Bekasi,” ungkapnya Senin (04/04/2022), di Jakarta Timur.

Menurut Diana Napitupulu yang akrab disapa Dina ini, dalam posisi demikian, karena Pemkot Bekasi melalui Panitia Pembangunan atau Dinas terkait belum membayar ganti rugi kepada pemilik lahan, maka mestinya tidak ada pembangunan dulu.

“Untuk melakukan pengadaan tanah, maka panitia pembebasan tanah harusnya membayar ganti rugi kepada pemilik lahan. Karena belum ada pembayaran ganti rugi kepada pemilik, maka seharusnya Pemkot Bekasi tidak melakukan pembangunan dulu,” tandasnya.

Dikatakan Dosen Program Studi Magister Hukum UKI ini, pembangunan baru bisa dilakukan, jika sudah ada putusan pengadilan yang yang berkekuatan hukum tetap.

“Jadi, pembangunan baru bisa dilakukan, jika sengketa tanah tersebut sudah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Dan Pemkot Bekasi melakukan pembayaran kepada pemilik yang sah sesuai putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tadi,” tegasnya.  

Ditambahkan Pembicara yang sering tampil dalam berbagai Webinar Ilmu Hukum ini, dalam kasus Polder air Aren Jaya ini, setidaknya ada 3 (tiga) asas hukum pertanahan yang terkait yaitu: Asas Pendaftaran Tanah; Asas Tata Guna Tanah; dan Asas Kepentingan Umum.

Menyinggung Asas Pendaftaran Tanah, dijelaskan Dina Napitupulu, jika dilihat bahwa lahan tersebut sudah bersertipikat atas nama PT. Duta Kharisma (DKS), dan digugat oleh ahli waris pemilik tanah hak milik adat (HMA) dengan bukti kepemilikan awal surat girik dan letter C (buku register pertanahan yang ada di desa dan/ atau kelurahan atas kepemilikan tanah di lokasi tersebut secara turun temurun), maka ada yang bermasalah dalam proses pendaftaran tanah pertama kali (proses pensertipikatan tanah), dimana PT DKS memohonkan hak atas tanah dari hak menguasai negara atas tanah negara (yang seharus nya belum di hak i) dan ahli waris melakukan konversi Hak Milik Adat.

Dan karena sistem publikasi pendaftaran tanah di Indonesia adalah sistem publikasi negative yang mengandung unsur-unsur positif, yaitu data fisik dan yuridis yang tercantum di sertipikat tanah dianggap benar, sepanjang tidak dapat dibuktikan. Sebaliknya, dengan alat  bukti lain, dan pembuktian tersebut melalui proses gugatan pengadilan seperti yang di lakukan dan dimenangkan oleh ahli waris pemilik Hak Milik Adat dan PT. DKS sudah melakukan banding, yang berarti belum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Foto: Binsar Sihombing, di area Polder Air Aren Jaya, Bekasi Timur,kota Bekasi

Sementara itu, dari pemberitaan sebelumnya diketahui, putusan yang dikeluarkan Pengadilan Negri Bekasi dengan nomor putusan 399/PDT.G/2020/PN.BKS tanggal 8 November  2021, mewajibkan Tergugat I (PT Duta Kharisma Sejati ) dan Tergugat 2 (Pemerintah Kota Bekasi) harus melakukan pembayaran ganti rugi kepada pihak ahli waris Sayuti, yang lahannya diserobot  untuk kepentingan pembuatan Polder Air di Aren Jaya.

Walau tergugat I melakukan banding atas putusan PN Bekasi pada 13 Januari 2022, namun putusan Pengadilan Bekasi harus dihormati dengan itikad melaksanakan ganti rugi. Jangan pihak Pemkot Bekasi berpihak pada pengusaha, yang notabene untuk kepentingan pribadi dan kelompok,” ungkap Binsar Sihombing kepada beberapa media, di lokasi Polder Air Aren Jaya, Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, Sabtu (29/01/2022) lalu.

Menurut Binsar Sihombing, yang juga wartawan Senior ini, sejak tahun 2015 tanah tersebut sudah dalam sengketa. Namun, dari pihak pemkot Bekasi ingin mempercepat membangun folder tersebut, dengan tidak mengindahkan warga yang sudah berdiam di lahan tersebut.

Soal pembangunan polder air, Binsar juga sepakat untuk mengatasi banjir yang terjadi di daerahnya setiap tahun bila datang musim hujan.

“Tapi semua harus tetap  melakukan kajian dan mempertimbangkan  dengan transparan. Agar masyarakat juga mengetahui adanya pembangunan polder,” imbuhnya.

Terkait janji Plt. Wali Kota Bekasi Tri Adhianto yang pada tahun 2015 menjabat sebagai Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Air Pemkot Bekasi, akan membayar ganti rugi jika kasusnya sudah clear di pengadilan.

Ini pekerjaan rumah (PR-red) yang belum kelar yang dihadapi oleh Tri Adhianto, saat ia menjadi Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Air Pemkot Bekasi. Banyak yang bermasalah, khususnya Polder Aren Jaya. Keputusan PN Bekasi itu menjadi warning buatnya,” tandasnya.

Binsar juga menegaskan, agar pihak penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan KPK agar segera memeriksa Tri Adhianto terkait pembebasan lahan pembangunan beberapa Polder Air kota Bekasi, di era 2015 sampai 2018, saat Tri menjadi Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Air. (DANS) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama