Petinggi Perusahaan Pembuatan Kapal OPV Pesanan Kemhan Bungkam Saat Dikonfirmasi Progress Pembangunan Kapal

Pembangunan kapal OPV pesanan Kemhan dikhawatirkan mangkrak


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Petinggi perusahaan pembuatan kapal  Offshore Patrol Vessel (OPV) yang dipesan Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI bungkam saat dikonfirmasi mengenai progress pembangunan kapal yang diperuntukan  untuk TNI AL tersebut.


Direktur Utama perusahaan pembuatan kapal tersebut, Fahrizal Nasution mengaku tidak memiliki kewenangan untuk menjawab konfirmasi pemberitaan mengenai kapal OPV dan menyampaikan informasi mengenai perkembangan pembuatan kapal yang dipesan Kemhan sejak 2020 tersebut.   


“Kalau saya jujur saja tidak bisa. Karena tidak punya kewenangan untuk menceritakan itu. Mungkin nanti dibagian humas kali ya (menjawab pemberitaan dan menyampaikan informasi mengenai kapal OPV),” kata Fahrizal saat dikonfirmasi by phone, Kamis (13/4/2023).


Fahrizal juga mengaku, meski dia sebagai direktur utama, namun terkait klarifikasi mengenai pemberitaan dan menyampaikan informasi mengenai kapal OPV bukan kewenangan dia.


“Iya, mungkin nanti berbeda, berbeda bagian. Masalah pemberitaan bukan di saya. Saya takut menyelahi kewenangan dari dewan direksi, dewan komisaris. Takut informasi yang disampaikan tidak akurat,” katanya saat ditanya posisinya sebagai direktur utama namun tidak memiilki kewenangan untuk menjelaskan tentang progres pembangunan kapal OPV.


Jawaban yang sama juga disampaikan oleh Tjahjono Rusdianto, General Manager (GM) dari perusahaan pembuat kapal tersebut. Pria yang juga merupakan salah satu saksi dari kasus kapal pengangkut tank TNI AL yang saat ini sedang digarap KPK ini mengaku juga tidak memiliki kewenangan  untuk menjawab pertanyaan terkait kapal OPV.


“Mohon maaf, saya tidak memiliki kapasitas untuk menjawab pertanyaan (saol kapal OPV). Mohon maaf,” katanya saat dikonfirmasi melalui WhatsApp.


Namun dia juga tidak berkenan menyampaikan informasi siapa sebetulnya yang berwenang dan memiliki kapasita untuk menjawab pertanyaan seputar pembangunan kapal OPV tersebut.


Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi pembangunan dua Kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) tahun 2020 di Kementerian Pertahanan (Kemhan). Pasalnya, pembangunan kapal yang mestinya selesai di 2023 ini ada indikasi akan bermasalah.


Menurut Bonyamin, pengawasan yang ketat pembangunan kapal OPV oleh penegak hukum seperti KPK dibutuhkan untuk mencegah terjadinya dugaan korupsi sehingga proyek tersebut berjalan dengan baik.


“Ya kalau saya melihat soal proyek pengadaan dua Kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) tahun 2020 di Kementerian Pertahanan (Kemhan), ya KPK harus ikut mengawasi jalannya proyek itu, untuk mencegah terjadinya korupsi,” kata Boyamin kepada awak media, Senin (10/4/2023).


Jangan sampai, lanjutnya, pembangunan kapal OPV tersebut bermasalah juga seperti kapal angkut tank TNI AL yang kasusnya kini tengah ditangani KPK. karena untuk menjaga agar tidak terjadinya mangkrak terhadap proyek tersebut.


“Pengawasan memang harus dilakukan ketat oleh KPK, jangan sampai seperti kasus dugaan korupsi pengadaan material untuk kapal angkut tank TNI AL di Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012-2018. Maka peran KPK dibutuhkan,” ujarnya.


Desakan Bonyamin ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Direktur Esekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi. Sebelumnya Uchok juga meminta KPK untuk ikut mengawasi proyek pengadaan dua Kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) tahun 2020 di Kementerian Pertahanan (Kemhan) tersebut.


Pembangunan dua kapal OPV  ini disebut-sebut berpotensi akan mengalami nasib yang sama dengan Kapal Angkut Tank TNI AL, dimana pembangunan kapal tidak sesuai dengan kontrak dan berpotensi mangkrak.


Indikasinya, hingga pertengahan Maret 2023 ini, progres pengerjaan pembangunan kapal tersebut belum mencapai 35 persen. Sehingga penyerahan kapal tersebut dari rencana awal kontrak akan dilakukan pada 2023, meleset.


Kemudian rencana penyerahan kapal dirubah menjadi tahun 2024. Namun, disinyalir target tersebut kemungkinan juga akan meleset.


Indikasinya, hingga pertengahan Maret 2023 ini, progres pengerjaan pembangunan kapal tersebut belum mencapai 35 persen. Sehingga penyerahan kapal tersebut dari rencana awal kontrak akan dilakukan pada 2023, meleset.


Kemudian rencana penyerahan kapal dirubah menjadi tahun 2024. Namun, disinyalir target tersebut kemungkinan juga akan meleset.


Indikasi lainnya, perusahaan pembangunan kapal tersebut hingga Desember 2022 diduga telah melakukan penarikan termin pembayaran dengan nilai total sebesar Rp 859.100.000.000 dari proyek OPV Hull 406.


Penarikan didasarkan pada laporan kemajuan pekerjaan (progress) yang diklaim sudah 75 persen. Padahal, progres pembangunan kapal tersebut sampai pertengahan Maret 2023 baru mencapai 35 persen.


Ditenggarai tak jauh berbeda juga atas proyek OPV Hull 411. Dimana disebut-sebut telah dilakukan penarikan sebesar Rp 531.650.000.000 dengan klaim progress proyek sudah 35 persen. Padahal, progres riil-nya masih jauh dari yang diklaim.


Dengan demikian, total dana yang ditarik berdasarkan progres yang diduga fiktif itu seluruhnya sudah mencapai Rp 1.390.750.000.000. Penarikan termin pembayaran yang dilakukan adalah suatu jumlah yang sangat besar dibanding dengan kemajuan pekerjaan fisik yang sebenarnya.


Sebagai informasi, Kemhan memesan dua kapal OPV tersebut dengan nomor kontrak: TRAK/51/PON/IV/2020/AL tertanggal 16 April 2020 dengan nilai Rp 1.079.100.000.000 dan  TRAK/55/PDN/IV/2020/AL tertanggal 30 April 2020 bernilai Rp 1.085.090.000.000.


Pembangunan dua kapal tersebut dilakukan di sebuah perusahaan galangan kapal di Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Sumatera.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama