Direktur RS Primaya Hospital PGI Cikini Ditengarai Fitnah Pegawai dan Pasien

Foto (ist): RS Primaya Hospital PGI Cikini

JAKARTA (wartamerdeka.info) -Direktur Primaya Hospital PGI Cikini, dr. Tweggie Hellina, MM ditengarai melakukan fitnah terhadap salah seorang pegawai Senior bagian Customer Service, Lidia Sembiring dan pasien penyakit dalam, Parningotan Pardede.

 

Pasalnya, Lidia Sembiring dituduh membocorkan informasi-informasi penting mengenai RS Primaya Hospital PGI Cikini termasuk nomor-nomor Handphone orang penting Primaya Group kepada Parningotan Pardede. Bukan hanya itu, bahkan sang Direktur memperingatkan, agar hubungan antara Lidia dengan Pardede jangan terlalu dekat.

 

Menurut Lidia yang sudah 34 tahun mengabdi di RS PGI Cikini itu (kini Primaya Hospital PGI Cikini), bulan Mei 2022 lalu, dirinya dipanggil ke ruangan sang Direktur, untuk mendengarkan apa yang dituduhkan tersebut. Dan saat dirinya dipanggil itu, ada 2 (dua) orang di dalam ruangan dengan meja berbeda, yang tidak dikenal Lidya.

 

Tidak terima, apa yang dikatakan dr. Tweggie Hellina, MM, Lidia mencari informasi apakah ada yang melaporkan dirinya seperti yang dituduhkan. Tanpa sengaja, Kepala Divisi Lidia di bagian Customer Service ternyata juga sudah mendengar informasi, bahwa Lidia dituduh menyebarkan informasi penting yang tidak seharusnya.

 

Lidiapun mengatakan, bahwa dirinya sebagai Customer Service hanya menjalankan sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit tersebut secara profesional. Dan itu sudah sejak lama dilakukannya, kendati bergonta-ganti Direktur hingga beberapa kali.


Foto: (ki-ka) Lidia Sembiring, Drh. Yunisar S.M Siahaan dan Parningotan Pardede 

Sebab itu, Lidiapun merasa tudingan sang Direktur RS itu tidak berdasar, karena apa yang dituduhkan itupun dia sendiri tidak punya data.

 

“Bagaimana mungkin saya dituduh menyebarkan informasi penting soal nomor-nomor Handphone Owner dan Pimpinan Primaya Group, sedangkan saya sendiri juga tidak punya datanya? Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai Customer Service secara profesional. Saya sudah 34 tahun mengabdi disini. Sudah berapa kali gonta-ganti Direktur sejak dulu, saya masih tetap dipercaya sebagai Customer Service. Saya juga mengerti batas-batas informasi pelayanan yang dapat diberikan ke Customer,” ungkapnya kepada media, Senin (29/08/2022) di Kantin RS Primaya Hospital PGI Cikini.

 

Sementara itu, Parningotan Pardede yang sudah hampir 7 (tujuh) tahun sebagai pasien penyakit dalam, mengalami hal yang aneh sejak pengelolaan beralih menjadi RS Primaya Hospital PGI Cikini. Pasalnya, sebelum bulan April 2022 lalu, ketika dirinya ingin chek up rutin dan sudah mendapat struk nomor antrian bernomor 2, tapi tiba-tiba tanpa sepengetahuannya, berubah menjadi nomor 22.

 

Saat hal itu ditanyakan ke Customer Service, dan kemudian disarankan ditanya ke pihak manajemen, yang waktu itu ditangani Sekretaris Direktur (Sekdir), Rani, toh tidak menemukan solusi. Justru Parningotan Pardede mendengar penjelasan Rani, bahwa ada jatah prioritas layanan kesehatan pasien pribadi, sebanyak 18 pasien, baru asuransi biasa dan yang lainnya.

 

Sontak saja Pardede kaget, dan menganggap pasien BPJS bukan saja warga kelas dua, tapi malah warga kelas tiga.

 

“Wah, saya menangkap, berarti kami yang menggunakan BPJS ini adalah warga kelas tiga dong?,” katanya kepada media.

 

Atas kejadian tersebut, Pardede melakukan komplain terhadap BPJS, dengan mengirim surat. Pada tanggal 17 Mei 2022 Mei, BPJS pun merespons dan langsung melakukan rapat dengan pihak Manajemen RS Primaya PGI Cikini, yang juga dihadiri dr. Tweggie Hellina, MM dan jajarannya, termasuk Pardede.  

 

Menurut Pardede, hasil rapat menyimpulkan, Primaya akan memperbaiki sistem manajemennya. Kemudian dikatakan secara jelas, Primaya tidak membeda-bedakan pasien BPJS dengan pasien lainnya.

 

Namun saat itu, Pardede juga mempertanyakan, kenapa Lidia yang CS Senior tidak dihadirkan di rapat tersebut, karena dialah yang paling mengetahui alur permasalahan lompatan nomor antrian waktu itu. Selain itu, Pardede juga mengkritik Sekdir Rani, yang kurang etis terhadap seniornya Lidia, karena justru saat nomor antrian tersebut melompat, Rani justru berdebat dengan Lidia dihadapan Pardede.

 

Disinilah salah satu letak persoalan tudingan dr. Tweggie Hellina, MM yang mengatakan Lidia dekat dengan Pardede. Karena kesannya seperti saling membela satu sama lain.

 

Kembali ke persoalan fitnah terhadap Lidia, pernah suatu waktu dirinya diundang Sekdir Rani, agar menghadap ke Direktur Tweggie. Namun Lidia menolak, jika bicara soal pembahasan fitnah tersebut, tidak mengikutsertakan keluarga Pardede (isteri Drh. Yunisar S.M Siahaan) dalam rapat maka dirinya tidak mau.

 

Mungkin, karena merespons penolakan Lidia tersebut, akhirnya hari Senin (29/08/2022) dilakukan rapat atas undangan Direktur Tweggie kepada Parningotan Pardede, dengan agenda Klarifikasi Keterangan sdri. Lidia Sembiring. Termasuk dihadiri isteri Drh. S.M Siahaan, yang merasa keberatan, atas tudingan dr. Tweggie yang mengatakan ke orang-orang, suaminya dekat dengan Lidia.

 

Namun anehnya, kata Lidia, dalam rapat tersebut, Direktur Tweggie menyangkal semua fitnah yang pernah diucapkan kepada dirinya.  

 

“Saya kan hanya menanyakan, hanya menanyakan, apakah benar memberikan nomor-nomor handphone para owner ke pak Pardede,” kata Lidia menirukan dr. Tweggie di rapat siang itu.

 

Lidiapun sempat mempertanyakan kembali ke dr. Tweggie di rapat, kenapa tidak mengakui selama ini sudah memfitnahnya.

 

“Kenapa sekarang jadi berubah? Kenapa sekarang tidak mengakui? Sebelumnya kan menuduh saya memberikan nomor-nomor handphone itu? Logikanya, kalau dia hanya menanyakan, sayapun tidak perlu harus meminta klarifikasi langsung dengan pihak keluarga Pardede. Kadiv sayapun mengatakan, sudah mendengar tuduhan itu dari dr. Tweggie. Mestinya harus diakui dong,” jelas Lidia ke media dengan nada tinggi.

 

Ditanya media, apakah kesimpulan rapat tersebut menghasilkan klarifikasi seperti yang diharapkan, menurut Lidiana tidak clear.

 

“Apanya yang clear, Bang? Boro-boro dia minta maaf. Mengakui fitnah yang dituduhkan ke saya juga tidak,” tandasnya.

 

Bahkan dalam rapat tersebut, dr. Tweggie mengatakan, saat rapat bersama BPJS waktu itu, Pardede katanya mengungkapkan bahwa dia memperoleh nomor-nomor handphone tersebut dari Lidia. Dalam hal ini, Pardedepun menyangkal fitnah kepada dirinya, bahwa tidak pernah mengatakan seperti yang dituduhkan dr. Tweggie.

 

Selanjutnya, ditanya apa tindakan yang akan dilakukan setelah ini, menurut Lidia dan Drh. Yunisar S.M Siahaan dan Pardede, akan mengadukannya ke Polsek Metro Menteng, agar dilanjutkan secara hukum. Agar hukumlah yang menyelesaikan silang-sengkarut ini, supaya ‘clear’, karena tidak ada pengakuan sama sekali.

 

Semenyara itu, ketika perihal konflik ini ingin ditanya media kepada dr. Tweggie, yang secara kebetulan datang ke Kantin RS untuk makan siang, sang Direktur justru balik mempertanyakan para awak media dari mana.

 

“Dari mana?,” katanya mempertanyakan, setelah media minta izin untuk konfirmasi usai makan siang.

 

Saat diperjelas untuk maksud klarifikasi soal adanya kisruh yang ingin ditanyakan, dr. Tweggie menjawab tidak mau.

 

“Saya tidak mau. Saya tidak bersedia,” jawabnya.

 

Bahkan ketika media mendesak apakah ada waktu yang bisa diberikan untuk wawancara, sang Direktur malah mengatakan lewat Humas.

 

“Lewat Humas aja,” ucapnya sambil bergegas meninggalkan para awak media.

 

Diketahui, RS PGI Cikini yang sebelumnya dibawah naungan Yayasan Kesehatan PGI, telah beralih kepemilikannya sebagian, atas adanya join dengan Group Primaya Hospital, dengan nama baru, Primaya Hospital PGI Cikini, Januari 2022 lalu. Bentuk kerja sama antara Primaya Hospital Grup dan Yakes PGI akan diwujudkan dalam pola Build Operate Transfer (BOT) selama 30 tahun.

 

RS PGI Cikini sudah beroperasi selama 123 tahun yang berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 5,5 Ha. Banyak pihak yang menyayangkan akan terjadi perubahan orientasi, yang mengarah kepada bisnis semata, dan tidak lagi sesuai dengan mottonya, “Sedare Dolorem Opus Divinum Est” yang artinya Meringankan penderitaan adalah pekerjaan Ilahi dan Pelayanan kesehatan, sebagai jawaban dan kesaksian Iman Pelayanan Kesehatan Kristiani. DANS 

1 Komentar

  1. Sedih mendengar berita ini krn saya juga mantan Akper Cikini dan pernah bekerja selaman 2 thn

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama