Ditjen Dukcapil Kemendagri Gelar FGD Tentang Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan

JAKARTA (wartamerdeka.info) – Bagaimana hubungan kewarganegaraan dan administrasi kependudukan (Adminduk) dalam sistem tata pemerintahan Indonesia? Direktur Pencatatan Sipil (Capil) Ditjen Dukcapil Kemendagri, Handayani Ningrum punya jawaban jitu.

Ningrum mengatakan, ikhwal kewarganegaraan adalah hulu atau gerbong pertama, sedangkan adminduk adalah hilir atau gerbong kedua.

"Jadi adminduk dalam pencatatan perubahan status kewarganegaraan mengikuti hasil penetapan perubahan status kewarganegaraan dari Kementerian Hukum dan HAM atau Presiden," jelas Direktur Capil pada Focus Group Discussion (FGD) bertema Peningkatan Sinergitas Antar Instansi terkait dalam Penanganan Permasalahan Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan, di Jakarta, baru-baru ini.

Selain Direktur Capil, FGD menghadirkan narasumber dari Direktorat Tata Negara Kemenkumham, Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian Kemenkumham, dan Disdukcapil DKI Jakarta. Acara ini juga diikuti para Kadis Dukcapil kabupaten/kota se-Jabodetabek, dan Disdukcapil daerah lainnya.

Adapun topik yang dibahas seputar "Pokok kebijakan Adminduk dalam pencatatan perubahan status kewarganegaraan", serta "Kebijakan teknis pencatatan perubahan status kewarganegaraan" yang disampaikan oleh Direktur Capil Handayani Ningrum.

Ningrum menjelaskan, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) Perpres No. 98 Tahun 2018, “Kewarganegaraan bagi anak yang lahir dari perkawinan campuran dicatatkan pada register akta kelahiran dan kutipan akta kelahiran sebagai WNI.”

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, pada Pasal 41 disebutkan, anak berkewarganegaraan ganda atau diistilahkan "ABG" yang lahir sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 huruf c, d, h, l, serta anak yang diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum UU ini diundangkan, dan belum berusia 18 tahun, atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan RI dengan mendaftarkan diri kepada Menkumham melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 tahun setelah UU ini diundangkan.

"Sampai saat ini anak ABG yang belum mendaftarkan diri di Kemenkumham berjumlah lebih 507 anak. Dan ABG yang belum memilih kewarganegaraannya berjumlah lebih 3.793 anak," jelas Ningrum merinci.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Ningrum menjelaskan, Pemerintah menerbitkan PP No. 21 Tahun 2022 tentang Perubahan atas PP No. 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Indonesia.

"Dalam PP tersebut, bagi ABG yang belum mendaftar ke Kemenkumham dan belum memilih kewarganegaraanya dapat mengajukan permohonan pewarganegaraan kepada Presiden melalui Menteri Kumham paling lambat 2 tahun sejak PP tersebut diundangkan," jelas Ningrum.

Di samping itu, ABG tersebut harus mengurus Surat Keterangan Keimigrasian dari Kantor Imigrasi terdekat yang menyatakan bahwa ybs telah bertempat tinggal di wilayah NKRI paling singkat 5 tahun berturut-turut, atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut. 

Sesuai PP No. 21 Tahun 2022 Pasal 3A ayat (4): Dalam hal ABG lahir di wilayah NKRI dan tidak memiliki persyaratan Surat Keterangan Keimigrasian maka harus melampirkan Biodata Penduduk yang dikeluarkan oleh DIsdukcapil terdekat.

Biodata penduduk dapat diterbitkan sesuai kebutuhan pomohon, yang salah satunya historis perpindahan penduduk bertembat tinggal, sehingga dapat diketahui berapa lama penduduk tersebut bertempat tinggal sesuai domisilinya.

Kemudian hasil masukan, saran dan solusi dari para narasumber dan peserta yang hadir pada FGD tersebut akan menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan berbagai upaya meningkatkan sinergitas antarinstansi terkait.

"Ini menjadi rujukan dalam pelayanan pencatatan perubahan status kewarganegaraan oleh Disdukcapil provinsi, kab/kota, dan Perwakilan RI di luar Negeri," demikian Handayani Ningrum, Direktur Capil. (A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama