YM. Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden RI ke-7 YM. Joko Widodo, telah menorehkan jejak baru dalam dunia politik Indonesia. Dengan terpilihnya YM. Gibran sebagai pemimpin di tingkat nasional, baik sebagai Wali Kota Surakarta maupun dalam posisi strategis lainnya, dia kerap mendapatkan perhatian publik yang sangat intens. Dalam berbagai kesempatan, sering disorot, baik dalam konteks politik maupun latar belakang keluarganya.
Kini, dengan status barunya sebagai Yang Mulia (YM), Wakil Presiden RI (terpilih) ke-14 periode 2024-2029. Mari kita coba mengkaji, memahami, dan menerima hal ini dengan "Hati" yang "Bersih" dan objektif.
Kepemimpinan YM. Gibran : Perjalanan dari Surakarta ke Kancah Nasional.
YM. Gibran memulai karir politiknya sebagai Wali Kota Surakarta pada tahun 2020. Sebagai seorang figur yang lahir dari keluarga Presiden RI ke-7, YM. Joko Widodo. Langkah YM. Gibran kerap kali dibingkai dalam kecurigaan nepotisme. Namun, terlepas dari berbagai kritik, YM. Gibran telah menunjukkan kemampuannya dalam mengelola kota dan melakukan inovasi yang berkontribusi pada kemajuan daerahnya.
YM. Gibran berusaha untuk menjalankan kepemimpinannya dengan semangat kerja keras, sesuai dengan visi “Solo Techno Park” yang dia kembangkan untuk mendorong perekonomian berbasis teknologi di kota tersebut (Rahman, 2021).
Peningkatan peran YM. Gibran di pentas politik nasional bukan tanpa pro dan kontra. Ada berbagai pihak yang meragukan kemampuannya, namun ada juga yang melihat potensi besar di balik sosok mudanya.
YM. Gibran dianggap mampu meneruskan cita-cita politik ayahandanya dalam konteks pembangunan daerah dan nasional, dengan gaya kepemimpinan yang mengedepankan pragmatisme dan kecepatan kerja.
Tanggapan Publik : Antara Dukungan dan Kritik.
Status Yang Mulia (YM) yang kini disematkan kepada Gibran adalah refleksi dari peran dan pengaruh politiknya yang semakin besar. Meski demikian, penerimaan status tersebut tidak berjalan mulus. Sebagian pihak meragukan legitimasi dan kemampuan YM. Gibran dalam memikul tanggung jawab besar yang kini berada di pundaknya.
Namun, dalam konteks politik Indonesia, kita tidak bisa mengabaikan bahwa dukungan dari masyarakat tetap ada. Masyarakat Solo, tempat YM. Gibran memulai karier politiknya, banyak yang menaruh harapan pada kepemimpinannya. Hal ini terlihat dari berbagai survei yang menunjukkan bahwa popularitas YM. Gibran di daerah asalnya cukup tinggi, meskipun tidak lepas dari bayang-bayang peran ayahandanya (Effendy, 2023).
Tantangan Menerima dengan Hati yang "Bersih."
Menerima sosok Gibran sebagai Yang Mulia (YM) dalam dunia politik Indonesia memerlukan kejernihan pikiran dan kebesaran Hati. Tentu saja, kritik dan skeptisisme adalah bagian dari demokrasi, akan tetapi penting untuk selalu menilai berdasarkan kinerja dan fakta, bukan sekadar prasangka atau sentimen negatif.
Mengapa penting menerima YM. Gibran dengan hati yang "Bersih"?
Hati yang bersih berarti membuka diri untuk objektivitas, menerima bahwa setiap pemimpin memiliki kesempatan untuk menunjukkan kompetensinya. Kita sebagai masyarakat perlu berfokus pada bagaimana seorang pemimpin dapat membawa perubahan nyata bagi negara, bukan hanya memperdebatkan latar belakang atau jalur yang ditempuh untuk mencapai posisi tersebut.
Dalam dunia yang semakin kompleks, kita memerlukan pemimpin yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
YM. Gibran, dengan usianya yang relatif muda dan latar belakang bisnisnya, memiliki potensi untuk menjadi sosok yang membawa angin segar dalam politik Indonesia. Namun, potensi itu hanya bisa dinilai jika kita memberikan ruang yang cukup bagi pemimpin muda seperti YM. Gibran untuk bekerja dan menunjukkan hasil nyata.
Mengapa Penting Menerima Kepemimpinan Baru dengan Keterbukaan..?
Setiap kali ada pergantian pemimpin, selalu ada perubahan dalam dinamika politik dan kebijakan. Kepemimpinan YM. Gibran yang mulai menapaki panggung nasional menunjukkan bahwa regenerasi dalam politik Indonesia sudah mulai berjalan. Menyikapi hal ini dengan "Hati" yang "Bersih" berarti kita memberi kesempatan pada generasi muda untuk membuktikan kemampuannya.
Kita perlu menilai YM. Gibran dari rekam jejaknya, bukan dari persepsi-persepsi dan asumsi yang mungkin tidak akurat. Dia adalah seorang pemimpin yang tumbuh di lingkungan politik tetapi juga membawa perspektif baru dari dunia bisnis. Kombinasi ini bisa menjadi modal penting dalam mengatasi tantangan ekonomi dan sosial di masa depan (Winarno, 2022).
Gibran Rakabuming Raka yang kini menyandang status Yang Mulia (YM) adalah simbol dari regenerasi dan dinamika baru dalam politik Indonesia. Menerimanya dengan "Hati" yang "Bersih" berarti kita memberikan ruang untuk pemimpin muda seperti YM. Gibran membuktikan diri, tidak hanya sebagai penerus dinasti politik tetapi sebagai individu dengan potensi yang berbeda. Mengapa figur seperti "YM. Gibran Rakabuming Raka" penerimaannya perlu dengan "Hati" kita yang Bersih..? Tentu saja menjadi sebuah keniscayaan, oleh karena dari "Hati" lah semua ketulusan berawal dan bermulanya suatu keikhlasan untuk bisa menerima segala sesuatu apa adanya dan mensyukuri apa yang ada. Tugas Kita (Manusia) mengangkat kedua tangan dengan senantiasa berdo'a, biarkan Allah SWT yang turun tangan untuk mengabulkannya. Amal yang paling disukai oleh Allah SWT adalah ketika seseorang memberikan kebahagiaan dan kedamaian kepada orang lain, bisa saja berupa : rasa "Empati" dan atau Penerimaannya dengan "Hati" yang "Bersih," bisa juga berupa bantuan moril atau semangat hidup (support) atau pun bantuan lainnya yang relevan dengan kebutuhan sebagai alternatif solusi dari permasalahannya. Sehingga niscaya kemudian akan terlepas dari semua keruwetan dan masalahnya. "May Peace Abide in Our Heart" (YM. Sjahrir Tamsi, 2004).
Secara filosofis Ketuhanan, Doa yang dapat diterima Allah SWT adalah Doa dari seseorang yang Hatinya "Bersih" (Iwan Piliang, 2024).
Kritik dan penilaian tentu sangat diperlukan, namun mari kita menilainya dari hasil kerja dan kontribusinya terhadap kemajuan bangsa, bukan sekadar latar belakang atau persepsi-persepsi dan asumsi.
Pada akhirnya, kita semua sebagai bangsa yang beradab berkepentingan untuk memastikan bahwa pemimpin yang ada (pasangan Presiden RI ke-8 terpilih, YM. H. Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI ke-14 terpilih untuk periode 2024-2029, H. Gibran Rakabuming Raka), mampu membawa Nusantara Baru menjadi Indonesia Maju dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini ke arah yang lebih baik menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045.
1. Effendy, B. (2023). Popularitas Gibran di Solo dan Tantangan Politik Nasional. Jurnal Politik & Masyarakat, 25(2), 45-60;
2. Rahman, M. (2021). Inovasi Teknologi di Solo: Gibran dan Visi Solo Techno Park. Teknologi dan Pembangunan Daerah, 12(1), 33-42;
3. Winarno, A. (2022). Generasi Baru Pemimpin Indonesia: Potensi dan Tantangan. Jurnal Ilmu Politik Indonesia, 28(3), 87-101;
4. YM. Sjahrir Tamsi : Urgensi Mendidik dengan Hati. Wartamerdeka.Info. Mamuju, 2024;
5. YM. Sjahrir Tamsi : Rasa Empati Menggetarkan Hati Manusia. Wartamerdeka.Info. Mamuju, 2024;
6. YM. Sjahrir Tamsi : Meneroka Makna Hati. Wartamerdeka.Info. Mamuju, 2024.
Editor : W. Masykar