"Lakon Santri Mbeling"
FB. Qosdus Sabil
Ig. qosdus.s
Penulis dapat dihubungi melalui email: qosdussabil@gmail.com
Biasa dipanggil Gus Bill
Santri Pinggiran Muhammadiyah
Editor: W. Masykar
Babak Kedua puluh
"Bom Ibnu"
Drama yang menegangkan. Sungguh terjadi diluar nalar, ketika orang saling umpat mengumpat terasa menjadi nikmat. Adegan ketika Ibnu terpaksa harus buang air besar lagi untuk kesekian kalinya didepan banyak orang. Penumpang kereta dari Pasar Turi Surabaya tujuan Pasar Senen Jakarta terpaksa duduk memenuhi setiap lorong kereta. Bahkan toilet pun diisi orang yang mau duduk.
Hari itu adalah H+6 libur lebaran idul fitri. Kami rombongan dari IMM Malang berangkat dengan kekuatan penuh sesuai hak suara yang kami punya.
Delegasi dari Malang terdiri dari Endy Ketua Umum, Ahmad Kabid Organisasi, Kabid Immawati Melly, Gunawan Kabiro Litbang, Ibnu Bendahara dan Agus Ketua Korkom UMM.
Saat tiba di Pasar Turi kami hanya kebagian tiket kereta parsel. Sebuah kereta dengan rangkaian gerbong barang dan untuk penumpang kelas ekonomi. Kondisi gerbong gelap gulita. Lampu dan kipas angin mati.
Penumpang berjejalan. Tetapi berapapun banyaknya penumpang tetap dimasukkan. Tiket terjual jauh melebihi jumlah kursi yang tersedia.
Sambil menunggu kereta, kami berlima makan soto ayam Lamongan dengan begitu nikmat. Nahas buat Ibnu. Rupanya akibat kebanyakan sambal, malamnya ia langsung diare. Awalnya ia masih bisa bertahan untuk buang air di stasiun Cepu. Hingga ketika mendekati Semarang ia sudah tidak tahan lagi.

Asyuuu, wedus, jangkrik, dan umpatan nama hewan keluar semua. "Lha sepur penuh kayak gini kok ada aja yang mencret"
"Ketimbang ngisingi raimu cak, mending sampean pegangi aku. Aku mau cebok dulu."
Herannya di tengah penderitaan malam itu, Ibnu jadi idola penumpang di koridor pintu keluar. Tidak ada lagi jurusnya, kecuali jurus andalan bagi-bagi rokok kepada mereka. Hingga saat mau beabe untuk memuaskan hasrat panggilan alamnya kembali, para penumpang sudah bisa memaklumi hingga selesai.
Dalam gelap malam itu, Ibnu seperti tersiksa. Ibnu adalah anak bungsu dari seorang mandor pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Terbayang bagaimana ia harus mengalami penderitaan sakit diare. Di kereta. Pengalaman pertamanya bepergian jauh ke Sumatera Utara.
Jika saja ia mau. Ia bisa memesan tiket naik kapal penumpang Pelni dari Tanjung Perak ke Belawan Medan.
Usai subuh kami baru sampai Stasiun Cirebon. Giliranku yang ingin memenuhi panggilan alam, beabe di toilet stasiun yang lumayan bersih.
Saat peluit ditiup kepala stasiun aku bergegas lari dan lompat menaiki kereta. Alhamdulillah. Menjelang pukul 10 pagi kami tiba di stasiun Senen.
Kami lantas mencoba telepon agen penjualan tiket kapal ke Tanjung Priok. Rupanya hari itu tiket sudah tidak tersedia lagi di agen. Terpaksa kami harus meluncur ke Tanjung Priok.
Saat itu, Kapal Bukit Siguntang, terlihat sudah mulai melepaskan tangga naik turunnya penumpang.
Tapi masih ada satu sisa anak tangga yang melekat di badan kereta untuk dinaiki.
Akupun berteriak-teriak menahannya. "Tunggu-tunggu!!!". Aku, Endy dan Agus sudah naik ke atas kapal. Sementara Gunawan dan Ibnu masih tertahan oleh petugas yang menanyakan tiketnya.
Tentu saja aku langsung membantu menjawabnya: "biarkan mereka naik pak. Itu rombongan saya"
"Baik mas. Tapi kalau kalian tidak punya tiket kalian harus bayar dua kali lipat"!.
Sial. Gunawan dan Ibnu ngeper. Mereka terlalu lugu dan ketakutan dengan ancaman staf kapal. Mereka berdua akhirnya tidak mau naik kapal. Minta naik bus saja dari terminal Rawamangun.
Akhirnya, kami pun memulai petualangan naik bus mengarungi lembah dan hutan pulau Sumatera yang eksotis. Butuh waktu 2 hari 2 malam untuk sampai ke kota Medan.
Bruaaakkk!!!
Terdengar benturan keras terjadi. Spion kiro bus pecah dan bodi depan bus sebelah kiri penyok akibat menyundul gelondongan kayu meranti yang diangkut trailer besar. Nampaknya baru kayu tersebut baru ditebang dari hutan.
Siang itu kami baru sampai Muara Enim. Sebelum masuk kota Enim, ada bengkel body repair mobil. Kru bus mengumumkan bahwa kita akan berada di area bengkel selama kurang lebih empat jam.
Akibat perut mulai lapar, kami pun mulai jalan-jalan melihat orang mancing di sungai. Beberapa diantara rombongan kami bahwa sudah ikut nebeng makan di rumah warga dekat bengkel.
Kamipun kemudian minta tolong untuk dibuatkan mie instan plus telor setengah matang. Macam di warung makan dadakan kami bikin ulah dengan membantunya tergopoh gopoh menyiapkan makanan pesanan kami.
Usai makan, kami merasa cukup kenyang. Namun, saat kami tanya: "berapa semuanya bu?". Beliau menjawab: "berapa aja nak, silakan. Ini kan warung darurat. Tidak ada daftar harganya. Terserah anak aja, berapapun kami terima dengan ikhlas. Semoga ini menjadikan pahala silaturahim diantara kita. Aamiin"
Usai perbaikan body bus yang penyok selesai kamipun kembali melanjutkan perjalanan. Keesokan harinya usai azan maghrib kami tiba memasuki kota Medan.
"Mantabbb.... Gus... kita bisa pesta makan duren tiap malam..."
"Sing kalah sing mbayari ya"
"Assiyappp. Baik kalah atau menang, nanti semuanya aku yang bayar ".....
"Josss iki Ketua Delegasi Malang. Dana ada di bendahara. Silakan minta buat jajan ringan atau makan, atau buat oleh-oleh tinggal lapor".
"Muktamar Medan harus kita menangkan!!!"
Ba'da duhur yang adem
Mendung tipis-tipis.(*)